Senin 22 Jul 2013 07:00 WIB

Pelaporan SPT Sebagai Sarana Pengawasan

Selamat Berpuasa dari Ditjen Pajak
Foto: Ditjen Pajak
Selamat Berpuasa dari Ditjen Pajak

REPUBLIKA.CO.ID,Budi tersenyum melihat iklan di salah satu ujung jalan yang dilewatinya: “Orang Bijak Taat Pajak”. Sebagai warga Negara taat hukum, Budi merasa sudah cukup patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selaku karyawan di suatu perusahaan swasta, Budi mendapati gajinya dipotong setiap bulan untuk pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). Demikian pula, setiap bulan Maret tiba, Budi selalu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Orang Pribadi. Dalam SPTnya, tak lupa Budi melampirkan Bukti Pemotongan PPh dalam formulir 1721-A1 yang diperolehnya dari bagian akunting perusahaan tempatnya bekerja.

Budi sadar, pemenuhan kewajiban perpajakan tidak berhenti pada membayar pajak, namun juga memenuhi tahapan lainnya dari awal hingga akhir. Tahapan yang dimaksud meliputi mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung pajak, membayar pajak, hingga melaporkan SPT. Kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan diartikan oleh Budi sebagai pemenuhan seluruh tahapan tanpa kecuali. Budi juga menyadari bahwa pajak adalah kontribusi wajib bagi Negara sehingga dapat dipaksakan.

Satu hal yang dipahami dengan baik oleh Budi adalah adanya sanksi jika terdapat pelanggaran dalam setiap tahap kewajiban perpajakan yang ada. Dengan kesadaran penuh, disertai dengan keengganan untuk dikenakan sanksi, Budi memilih untuk menjadi Wajib Pajak yang patuh.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak selalu menghimbau agar masyarakat senantiasa menjalankan kewajiban perpajakannya tanpa kecuali. Hal ini selaras dengan prinsip self assessment yang diadopsi sebagai prinsip dasar perpajakan di Indonesia. Dengan prinsip tersebut, Ditjen Pajak tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pajak individu atau badan tertentu, dan sebaliknya, jumlah pajak terhutang ditentukan oleh  Wajib Pajak itu sendiri. Untuk dapat mengawasi kejujuran Wajib Pajak dalam penentuan besarnya pajak, Ditjen Pajak membutuhkan sarana untuk melakukan kontrol. Hal inilah yang menyebabkan keseluruhan tahapan kewajiban perpajakan menjadi penting untuk dicermati.

Setelah terdaftar, Wajib Pajak diwajibkan untuk melakukan pencatatan atau pembukuan guna mengetahui dengan pasti omset dan biaya yang dikeluarkan dalam satu tahun. Dari hasil pencatatan atau pembukuan inilah diketahui dengan pasti besaran pajak yang harus dibayarkan ke Negara. Setelah pajak dibayarkan, keseluruhan hasil pencatatan beserta jumlah pajak terhutang dilaporkan dalam SPT. Dengan adanya SPT inilah, Ditjen Pajak dapat melakukan evaluasi atas omset maupun biaya yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak. Apabila ditemukan adanya kejanggalan dalam pelaporan, Ditjen Pajak dapat menindaklanjuti dengan kegiatan pemeriksaan. Selanjutnya, penghitungan kembali pajak yang terhutang oleh Ditjen Pajak akan disampaikan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Selain sebagai alat kontrol bagi Wajib Pajak, SPT dalam level tertentu dapat menjadi sarana pengawasan bagi Wajib Pajak lainnya. SPT karyawan akan menjadi alat kontrol untuk menguji kepatuhan instansi tempatnya bekerja. Hal ini disebabkan adanya mekanisme pemotongan/pemungutan pajak oleh pemberi kerja kepada karyawannya untuk disetorkan ke kas Negara. Setiap bulan gaji karyawan dipotong pajak oleh pemberi kerja dan disetorkan sekaligus ke kas Negara. Jika seluruh karyawan melaporkan SPTnya, maka dapat diketahui apakah jumlah yang disetorkan ke kas Negara sudah sesuai dengan jumlah yang dilaporkan oleh karyawan.

Di sisi lain, SPT juga dapat menjadi alat kontrol bagi kepatuhan lawan transaksi. Pada mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pelaporan SPT Masa dari Wajib Pajak tertentu mencerminkan transaksi dengan pihak lain. Hal ini memungkinkan DItjen Pajak untuk melakukan penelusuran atas transaksi antar pihak, guna memastikan seluruh pajak yang terhutang sudah disetorkan ke kas Negara. Mekanisme pengawasan ini juga berujung pada kemudahan pelayanan yang dinikmati Wajib Pajak. Proses restitusi PPN yang cukup memakan waktu, dapat dipersingkat apabila seluruh lawan transaksi telah melaporkan SPT sekaligus membayar pajak yang terhutang.

Mengingat pentingnya SPT sebagai alat kontrol bagi Ditjen Pajak untuk melakukan pengawasan, berbagai inovasi pelayanan dalam penyampaian SPT telah dikembangkan. Dalam beberapa tahun terakhir, Ditjen Pajak telah berusaha menyederhanakan formulir SPT untuk memudahkan pengisiannya. Selain itu, Ditjen Pajak juga telah mengembangkan sarana untuk melaporkan SPT secara lebih cepat dalam bentuk elektronik. Melalui aplikasi e-SPT yang dapat diunduh pada Situs Pajak, pembuatan SPT elektronik dapat dilakukan dengan mudah.

Hasil dari e-SPT berupa file dapat dikirimkan melalui internet pada situs Application Service Provider (ASP) yang telah ditunjuk oleh Ditjen Pajak, maupun dibawa langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Mekanisme penyampaian SPT elektronik inilah yang disebut sebagai e-Filing, saat ini sudah dinikmati oleh berbagai Wajib Pajak Badan di seluruh Indonesia. Lebih jauh, Ditjen Pajak telah mengembangkan aplikasi e-Filing untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. Melalui Situs Pajak, aplikasi ini dapat digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui formulir 1770-S dan 1770-SS.

Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, saat ini Ditjen Pajak terus menyempurnakan aplikasi e-Filing, sehingga dapat menjadi sarana penyampaian SPT yang handal dan mudah digunakan. Hal ini penting dilakukan mengingat 70% SPT yang masuk setiap tahunnya adalah SPT Wajib Pajak Orang Pribadi. Melalui perluasan pemakaian aplikasi e-Filing, diharapkan dapat mengurangi proses perekaman SPT sekaligus meminimalkan adanya kesalahan dalam perekaman.

Dengan berbagai fasilitas tersebut, Anda sebagai Wajib Pajak dapat berperan serta dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak lainnya, melalui SPT yang Anda laporkan setiap bulan maupun pada akhir tahun. Pelaporan SPT dengan benar dan jujur dapat meningkatkan keadilan dalam pemungutan pajak, yakni dengan memastikan bahwa seluruh lawan transaksi maupun para pemotong/pemungut pajak, telah melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal inilah yang dapat menjamin tidak ada pihak yang dirugikan dalam prinsip self assessment perpajakan: Anda dan Negara. Selamat menjalankan ibadah puasa.

sumber : Ditjen Pajak
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement