REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan narapidana, Anton Medan, mengkhawatirkan munculnya kerusuhan di sejumlah lembaga pemasyarakatan pada Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran dan Hari Proklamasi karena adanya pengetatan remisi yang diterapkan pemerintah.
"Potensi kerusuhan tersebut karena adanya pengetatan remisi yang diterapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 kepada seluruh narapidana," kata Anton Medan pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Kerusuhan LP Tanjung Gusta, Siapa Bertanggungjawab?" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Anton Medan mengatakan para narapidana selama ini memiliki harapan bisa segera kembali ke masyarakat karena adanya remisi atau potongan hukuman yang diberikan pemerintah, baik pada peringatan hari Proklamasi, hari raya keagamanaan, maupun pembebasan bersyarat.
"Karena adanya harapan tersebut, para narapidana berperilaku baik,'' katanya. ''Mereka berharap hukumannya menjadi lebih singkat dan bisa lebih cepat berkumpul kembali bersama keluarga dan tetangga."
Namun, setelah pemerintah menerapkan Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi, para narapidana menjadi resah dan merasa tidak memiliki harapan bahwa hukumnya bisa menjadi lebih singkat.
''Karena merasa tidak ada harapan dan akumulasi dari berbagai persoalan lain di dalam lembaga pemasyarakatan, membuat perilaku para narapidana menjadi brutal,'' kata Anton.
"Kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta Medan merupakan akumulasi dan kegelisahan karena dihapusnya remisi serta akumulasi dari berbagai persoalan di dalam lapas," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Anton Medan mengusulkan agar pemerintah mencabut kembali PP No 99 tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi karena dapat memicu kerusuhan di dalam Lapas.