REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Direktur Institute for Development of economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai praktik kartel terjadi akibat penegakan hukum Indonesia yang amburadul, sruktur pasar persaingan yang tidak sempurna, dan pemerintah yang membiarkan potensi terjadinya kartelisasi.
Dia menuturkan bahwa hingga saat ini pihaknya berulangkali melakukan penelitian terhadap jalur distribusi beberapa komoditas seperti beras, gula, sampai kedelai. Kalau dilihat dari jalur produsen ke konsumen, urutan jalur distribusinya adalah dari petani ke tengkulak kemudian ke pedagang besar.
Setelah dari pedagang besar kemudian diserahkan ke distributor atau pedagang eceran atau pedagang pasar, kemudian baru ke konsumen. Dia menambahkan, tengkulak tidak dapat menentukan harga karena mereka tidak memiliki kapasitas modal. Jadi tengkulak hanya sebagai perantara dan mengikuti harga yang ditentukan pedagang besar.
‘’Ternyata yang sangat menentukan harga komoditas itu adalah pedagang besar.Jadi pedagang besar inilah yang menguasai kartel dan jumlah pelaku hanya beberapa orang,’’ ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (18/7).
Enny menambahkan, para peagang besar itu yang menentukan harga komoditas yang dijual ke konsumen dan menentukan harga berapa yang dibeli dari petani. Disaat petani panen, para pedagang besar impor. Sehingga para pedagang besar memiliki kekuatan menekan petani dengan harga murah. Petani akhirnya menjadi takut. Apalagi para petani tidak memiliki kemampuan untuk menjual langsung ke konsumen.