REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Barat berharap langkah pemerintah mengizinkan Bulog mengimpor daging dari Australia dengan kuota 3.000 ton diharapkan tidak merugikan bagi peternak lokal. "Dengan masuknya daging impor ini harga bisa stabil, tapi jangan sampai merugikan peternak. Karena peternak harus tetap dapat untung," kata Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat Koesmayadi, di Bandung, Kamis (18/7).
Ia menuturkan, walaupun daging sapi impor itu sudah tiba di tanah air namun, hingga kemarin Provinsi Jawa Barat belum menerima daging impor tersebut. "Kami belum mengetahui kuota dan mekanisme pembagian daging tersebut. Penjatahannya tidak tahu, apakah per provinsi atau tidak," kata Koesmayadi.
Sementara itu Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menambahkan saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait daging sapi impor Australian itu. "Saya sudah tugaskan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan dinas terkait untuk terus berkoordinasi dan membahas hal tersebut," kata dia.
Dikatakan dia, keberadaan daging tersebut diperlukan untuk mengintervensi pasar karena Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan konsumsi daging sapi tertinggi. "Dan keberadaan daging sapi itu pun untuk memenuhi provinsi lain. Tapi setidaknya sudah ada intervensi pasar, sehingga harga pun akan turun," ujarnya.
Menurut Heryawan, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi maka diperlukan peningkatan jumlah pembibitan sapi lokal karena selama ini bakalan sapi masih diimpor dari luar negeri. "Sehingga, ke depannya perlu diperbanyak pembibitan sapi di Indonesia. Impor bakalan terus berjalan, namun dilakukan pengurangan seiring berjalannya breeding (pembibitan) di Indonesia. Pembibitan semakin banyak akan semakin bagus, sehingga impor pun berkurang," paparnya.
Untuk menstabilkan harga daging di pasar, pemerintah mengizinkan Bulog mengimpor daging dari Australia dengan kuota 3.000 ton. Namun sejak diputuskan mengimpor daging pada 13 Mei 2013, rekomendasi impor baru resmi diterbitkan pada 26 Juni 2013. Akibatnya terjadi keterlambatan realisasi impor yang ditengarai akibat berbelit-belitnya birokrasi untuk menentukan pemberian rekomendasi impor.
Bulog yang sedianya disebut-sebut mulai mendatangkan sebesar 800 ton pada Rabu (16/7), namun realisasinya baru mencapai 8 ton yang diangkut lewat pesawat terbang.