REPUBLIKA.CO.ID, Sejumlah pengungsi gempa Aceh mempertanyakan nasib mereka usai status tanggap darurat dicabut. Mereka mempertanyakan bagaimana mereka untuk melanjutkan hidup di kemudian hari.
"Banyak dari mereka bertanya bagaimana kami hidup setelah ini. Rumah sudah hancur, kebun belum bisa dipanen," kata relawan Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Pusat Suharjoni di lokasi gempa Aceh, Kabupaten Aceh Tengah ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Rabu (17/7).
Ia mengatakan saat ini kondisi pengungsian masih memprihatikan. Para pengungsi tidak lagi mengungsi di posko utama dan lebih memilih untuk mengungsi di dekat rumah mereka yang hancur.
Di sana, mereka menjalankan aktivitas sehari-hari termasuk menjalankan ibadah puasa seperti menyiapkan sendiri sahur, shalat tarawih, dan makanan berbuka puasa. "Saya lihat mereka masih puasa kecuali anak-anak," ujar relawan yang akrab disapa Joni ini.
Selain menyiapkan sahur dan makan berbuka secara mandiri, lanjut Joni, para pengungsi juga mulai membangun sendiri rumah mereka yang hancur dengan memanfaatkan bahan yang ada seperti papan kayu dan seng.
"Untuk saat ini memang rumah darurat yang laik huni yang sangat dibutuhkan mereka agar dapat beristirahat dan beribadah dengan nyaman. Karena kalau di tenda kurang nyaman," tuturnya.
Senada dengan Joni, anggota Tim Relawan PKPU Aceh Didi Apriadi menuturkan banyak pengungsi yang bertanya-tanya bagaimana nasib mereka selanjutnya. "Masalah bencana mereka sudah ikhlas. Tapi mereka sekarang berpikir setelah dari pengungsian ini bagaimana?," kata Didi.