Ahad 14 Jul 2013 16:58 WIB

Insiden Lapas Tanjung Gusta, Demokrat Minta PP 99/2012 Tak Dicabut

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Nidia Zuraya
Seorang petugas mengamati Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan yang terbakar akibat kerusuhan, Kamis (11/7)
Foto: ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Seorang petugas mengamati Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan yang terbakar akibat kerusuhan, Kamis (11/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Harry Witjaksono berharap Peraturan Pemerintah (PP) 99 tahun 2012 tentang pengetatan remisi kepada terpidana kasus narkoba, korupsi, terorisme, kejahatan HAM berat, atau kejahatan transnasional terorganisir, tidak buru-buru dicabut. Menurutnya azas manfaat dari PP ini juga perlu dievaluasi. "Saya pikir jangan buru-buru dicabut. Sebaiknya dievaluasi dahulu PP tersebut," kata Harry ketika dihubungi ROL, Ahad (14/7).

Harry menyatakan pada prinsipnya setiap napi yang memiliki kelakukan baik berhak mendapat apresiasi berupa remisi (pengurangan masa hukuman). Namun begitu, kata Harry, pemberian remisi tidak bisa dilakukan serampangan dengan sandaran-sandaran subyektif. Pemberian remisi harus disertai kontrol aturan yang tepat. "Indikatornya harus jelas. Remisinya jangan sampai obral remisi," ujarnya.

Pemberian remisi kepada para pelaku kejahatan korupsi, teroris, dan narkoba harus lebih sulit dibandingkan tindak pidana lain. Hal ini menurut Harry tidak berarti peluang pemberian remisi tertutup sama sekali. "Bukan ditutup 100 persen tapi dibatasi pemberian remisinya," kata Harry.

Harry berharap pengetatan remisi bisa memberi efek jera terhadap para pelaku kejahatan berat. Dia juga mendesak Komisi III DPR melakukan pemantauan secara berkala terhadap setiap remisi yang diberikan pemerintah. "Yang dikhawatirkan jangan sampai pemberian remisi transaksional," ujarnya.

Sementara itu anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan mengkritik kinerja Wamenkumham, Denny Indrayana yang gemar melakukan sidak ke lapas. Menurutnya sidak Denny tidak memberi arti apa-apa terhadap perbaikan lapas selama sistem hukum yang berlaku tidak benar. "Tidak perlu berlebihan sidak dan segala macam pencitraan. Yang penting mental aparaturnya dibenahi," kata Trimedya.

Trimedya melihat PP 99/2012 sebagai salah satu sistem hukum yang salah. Menurutnya PP tersebut mesti dicabut karena bertentangan dengan undang-undang Pemasyarakatan yang memberikan jaminan remisi kepada para terpidana. "PP itu harus dicabut," ujarnya.

Solusi mengatasi singkatnya masa tahanan kepada para pelaku kejahatan berat adalah dengan memberikan hukuman maksimal kepada mereka di tingkat pengadilan. Dengan begini, remisi yang diberikan tetap bisa memberi hukuman yang setimpal kepada para pelaku. "Yang paling penting bagi saya, dalam pengadilan terendah hingga kasasi hukum yang diberikan itu maksimal. Dan kalau pun ada remisi, ya hukuman yang dijalani juga masih panjang," ujar Trimedya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement