Jumat 12 Jul 2013 16:50 WIB

Kenaikan Harga Daging Diduga Penyelundupan

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Djibril Muhammad
Daging Merah (Ilustrasi)
Foto: NORTHSTARBISON
Daging Merah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Kenaikan harga daging di Jawa Timur diduga karena adanya penyelundupan sapi lokal ke luar daerah. Akibatnya terjadi kelangkaan pasokan sapi siap potong untuk memenuhi kebutuhan wilayah.

Direktur Jasa Niaga Rumah Potong Hewan Surabaya, Lutfi Rachmad mengatakan, meski provinsi Jatim dikenal sebagai lumbung sapi nasional yang ketersediaannya surplus. Namun, berdasarkan fakta, sapi lokal justru sulit dijumpai lantaran banyaknya hewan yang dijual ke luar daerah.

"Pedagang pasar tradisional hewan lebih memilih menyalurkan ternaknya ke penggemuk sapi, untuk kemudian dijual ke luar daerah," kata Lutfi kepada Republika, Jumat (12/7).

Dia menambahkan, kisaran harga untuk di sekitar Jatim saat ini antara Rp 35 ribu per kilogram bobot sapi. Sedangkan bila dibawa keluar daerah, harganya mencapai Rp 37 ribu–Rp 40 ribu per kilogram. Sapi yang tersisa di kalangan peternak hanya tinggal betina dan sapi tua yang tidak produktif.

Minimnya stok tersebut membuat para penjangal akhirnya mengikuti harga yang ditawarkan pengusaha penggemuk sapi. Sebab, kata Lutfi, peternak umumnya enggan menjual sisa sapi mereka tanpa adanya kebutuhan yang mendesak.

"Kalau harga sapi yang dijual peternak tersebut murah, berkisar di bawah Rp 34 ribu per kilogram per bobot sapi," ujarnya.

Untuk data dari RPH sendiri, dalam dua bulan terakhir ini, Lutfi menambahkan, sudah meningkatkan pasokan sapi potong. Untuk bulan Mei RPH Jalan Pegirian-Keudurus sebanyak 241 ekor per hari, kemudian meningkat pada Juni hingga 255 ekor per hari. Ke depan mendekati lebaran, stok sapi diperkirakan mencapai dua kali lipatnya, yaitu sekitar 500 ekor per hari.

Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSGD) Muthowif menambahkan, ada dua penyebab naiknya harga sapi di Jatim belakangan ini. Pertama, kata dia, lonjakan tersebut merupakan efek pemotongan sapi betina yang marak 2012 lalu. "Kedua, karena berantakannya sistem tata niaga distribusi sapi," kata Thowif.

Dia membenarkan kalau banyak daerah sentra sapi di Kabupaten Pasuruan, Tuban dan Bojonegoro lebih memprioritaskan kebutuhan luar daerah. Dan adanya penyimpangan itu telah dilaporkannya ke dinas pemerintah daerah terkait.

Namun hingga kini, belum ada sikap yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Jatim untuk menekan kenaikan harga daging yang saat ini mencapai Rp 90 ribu per kilogrammnya.

Dia menganjurkan, bila ingin menstabilkan harga, perlu dibentuk BUMD/BUMN yang mengatur stok dan ketersediaan sapi, sehingga tidak ada lagi permainan dari importir dan pengusaha penggemuk sapi.

"Jatim ini kan lumbung sapi, tapi kalau harga dagingnya melonjak, pasti ada penyebabnya," ujarnya

Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jatim, Maskur membantah bila ada kenaikan yang signifikan terhadap komoditas daging. Dia mengatakan, harga daging saat ini masih berkisar di angka normal yaitu Rp 80 ribu. Kalaupun ada yang mencapai Rp 90 ribu, dia mengklaim, itu adalah jenis daging kualitas baik.

Dia juga mengatakan, pihaknya sudah menempatkan petugas untuk mengawasi adanya potensi penyelundupan sapi lokal ke luar daerah. Menurutnya, hal tersebut sudah sesuai aturan tata niaga yang berlaku yakni, tidak boleh melebihi berat 400 kilogram.

"Jelang lebaran nanti kami sudah minta RPH tambah jumlah kuantitas sapi yang dipotong, sehingga tidak ada kekurangan stok," kata Maskur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement