Jumat 12 Jul 2013 14:47 WIB

Ajudan dan Sekretaris Pribadi Djoko Susilo Menarik Kesaksian

Mantan Kepala Korps Lantas Kepolisian RI, Irjen Pol Djoko Susilo menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Selasa (23/4).
Foto: Antara
Mantan Kepala Korps Lantas Kepolisian RI, Irjen Pol Djoko Susilo menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Selasa (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajudan dan sekretaris pribadi terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo menarik kesaksian mereka di Berita Acara Pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (12/7).

Irjen Pol Djoko Susilo merupakan terdakwa pengadaan 'driving' simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 di Korps lalu Lintas (Korlantas) dan tindak pidana pencucian uang.

"Penyidik KPK mengatakan Pak Teddy sudah mengatakan sendiri, tapi saya bilang tidak terima satu bungkus besar untuk bapak, penyidik malah mengatakan mbak tidak usah bohong, saya diberi doktrin-doktrin seperti mbak jangan berbohong, katakan jujur, ingat anak masih kecil, karir masih panjang, ingat orang tua, jadi saya ketakutan sendiri," kata sekretaris pribadi Djoko, Ipda Benita Pratiwi yang biasa dipanggil Tiwi.

Tiwi mengungkapkan hal tersebut saat ditanya ketua majelis hakim Suhartoyo mengenai penyerahan satu bungkus besar berisi uang yang diberikan oleh Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan selaku ketua pengadaan proyek simulator sekaligus Ketua Primer Koperasi Anggota Kepolisian (Primkoppol) kepada Djoko Susilo. "Saya seperti diarahkan Pak," ungkap Tiwi.

Namun, ia mengakui bahwa pernah menerima dua kardus dari bendahara Korlantas Kompol Legimo yang dibawa ke ruang Djoko Susilo.

"Pak Legimo mengatakan ini buat bapak, saat itu bapak tidak ada jadi saya memberi tahun kardus dari Pak Legimo ke Wasis, tapi saya tidak tahu isi kardus tersebut," ungkap Tiwi yang sudah menjadi sekretaris pribadi Djoko sejak 2009.

Ajudan Djoko, Wasis Triambudi juga mengubah kesaksiannya dalam BAP. "Ada beberapa yang saya merasa mengarang saat diperiksa KPK," kata Wasis.

"Yang ngarang yang mana?" tanya Suhartoyo. "Mengenai saya bersama Pak Teddy membawa kardus ke Plaza Senayan," ucap Wasis.

"Mengapa dikarang?" tanya Suhartoyo. "Tapi saya tidak tahu kardus itu berupa dana atau tidak, saya diarahkan isinya berupa dana," jawab Wasis.

Pada sidang 28 Mei 2013, Teddy mengaku mengantarkan uang senilai Rp600 miliar dalam kardus untuk mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, serta sejumlah anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, dari Fraksi PDI-Perjuangan Herman Heri, dari fraksi Golkar Azis Syamsudin, serta dari fraksi Partai Gerindra Desmond Mahesa ke Plaza Senayan bersama dengan Wasis.

Namun Wasis mengaku bahwa ia hanya pernah mengambil kardus dari bendahara Kompol Legimo. "Tapi memang pernah membawa kardus dari Pak Legimo dua atau tiga kali, tapi saya tidak tahu isinya apa, penyidik mengatakan Pak Legimo mengaku itu isinya uang, tapi saya menjawab saya tidak bisa memperkirakan apa," ungkap Wasis.

Pada sidang 31 Mei 2013, Legimo mengaku menerima empat kardus besar dari pemenang tender direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto senilai Rp30 miliar dan dimasukkan ke mobil Djoko bersama dengan Wasis.

"Apakah ada yang dibawa pakai mobil Harrier?" tanya Suhartoyo. "Iya, satu kali," jawab Wasis.

"Mengapa jawaban anda mutar-mutar? lama sekali jawabannya seperti mengarang," ucap Suhartoyo.

Sebelumnya pada sidang 11 Juni, sekretaris pribadi Djoko yang lain, Iptu Tri Hudi Ernawati juga menarik kesaksiannya bahwa ia pernah menerima kardus dari Budi Susanto.

Erna juga mengaku merasa ditekan saat memberi kesaksian kepada penyidik KPK. Bila dalam sidang yang menghadirkan Erna ditonton oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, maka pada sidang hari ini Ketua KPK Abraham Samad ikut menyaksikan sidang.

"Di atas ada kantor LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) KPK, jadi mengontrol di sini," kata Abraham saat keluar dari ruang sidang. Ia mengaku kedatangannya hanya kebetulan dan ingin melihat persidangan.

Dalam perkara tindak pidana pencucian uang, Djoko diancam pidana berdasarkan pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Djoko juga didakwa berdasarkan pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement