REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, ternyata tidak termasuk mereka yang menerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) terkait dengan penaikan harga BBM.
"Walau hidup kami memang pas-pasan, tapi kami bangga. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah," kata Wakil Ketua Pertuni Balikpapan, Muhammad Yasin, Jumat (12/7).
Pihaknya, kata Yasin menegaskan, tidak ingin mengemis meminta-minta diberikan dana BLSM, meski kondisi rata-rata mereka adalah orang yang tidak mampu. "Kami hidup dari memberi jasa pijat. Tidak seberapa, tapi cukup bila disyukuri," kata Yasin lagi.
Menurutnya, karena keadaan mereka itu, anggota Pertuni sebetulnya sangat layak menerima BLSM. Namun, nyatanya tak ada seorang pun dari anggotanya yang masuk dalam daftar penerima bantuan kompensasi penaikan harga BBM tersebut.
Sepekan jelang Ramadhan, pemerintah menaikkan harga premium bersubsidi dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500, dan solar dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Balikpapan, Suryanto mengakui, memang masih banyak penyaluran BLSM yang tidak tepat sasaran akibat data yang tidak akurat. Karenanya, kata Suryanto, pihaknya akan melakukan pemutakhiran data tentang penerima BLSM.
"Validasi data ini dilakukan mulai dari kelurahan, kecamatan bersama kantor Pos Indonesia, berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri. Jadi diharapkan yang menerima yang benar-benar layak, yang memang berhak, karena miskin," katanya.
Kepala Bappeda juga menyebutkan bahwa jumlah penerima BLSM di Balikpapan berdasarkan data pusat sekitar 16 ribu lebih. Namun data Pemkot Balikpapan malah hanya sekitar 10 ribu atau sama dengan data penerima beras bagi keluarga miskin. "Itu yang kini sedang diperbaharui sehingga nanti yang menerima BLSM adalah yang memang layak menerima," tutur Suryanto.