Kamis 11 Jul 2013 23:21 WIB

Warga yang Blokir Jalan Tol Jakarta-Cikampek Ingin Lahannya Kembali

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Djibril Muhammad
Massa blokade jalan tol Jakarta-Cikampek gara-gara sengketa lahan
Foto: antara
Massa blokade jalan tol Jakarta-Cikampek gara-gara sengketa lahan

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Aksi spontanitas blokade Tol Jakarta-Cikampek, tepatnya di KM 44, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Karawang, Jabar, oleh warga dari tiga desa dipicu masalah sengketa lahan.

Lahan warga tersebut, kabarnya hari ini akan di eksekusi oleh badan pertanahan nasional (BPN) serta Polda Jabar. Makanya, ratusan warga itu marah. Sehingga, mereka turun ke jalan.

Keterangan yang diperoleh Republika, ratusan massa itu berasal dari Desa Wanasari, Wakerta, dan Marga Mulya. Lahan milik warga seluas 350 hektare tersebut, telah dikuasi PT Sumber Air Mas Pratama (SAM). Oleh perusahaan tersebut, dijual kembali ke PT Agung Podomoro Land (APL).

Kepala Desa Wanasari Sukarya Wikmah Kustanto, mengatakan, kasus ini sudah berlangsung sejak 23 tahun yang lalu. Berdasarkan sejarahnya, pada 1974 lahan warga di tiga desa tersebut di kontrakan ke sebuah perusahaan, yakni PT Dasa Bagja. Saat itu, lahan dengan luas 350 hektare tersebut, disulap jadi perkebunan kapas.

"Kontrak dengan PT Dasa Bagja, hanya bertahan selama tiga tahun," ujarnya, kepada Republika, Kamis (11/7).

Perusahaan tersebut, ternyata mengambil semua surat-surat lahan milik warga sebagai jaminan. Adapun, upah dari kontrak yang diterima warga saat itu kisaran Rp 100 sampai Rp 200 per meternya.

Surat-surat yang dipinjamkan ke PT Dasa Bagja itu, tak bisa lagi dikembalikan ke warga. Sampai masalah baru muncul. Yaitu, PT Dasa Bagja menjual lahan tersebut ke PT Jaya Makmur Utama. Penjualan lahan tersebut, berikut surat-surat lahan warga.

Oleh PT Jaya Makmur Utama, lahan darat itu tidak dimanfaatkan dengan baik. Dengan kata lain, lahan tersebut tidak dikelola. Karenanya, warga memanfaatkan lahan tersebut untuk perkebunan.

Ternyata, tanpa sepengetahuan warga PT Jaya Makmur Utama menjual lahan itu ke PT Sumber Air Mas Pratama (SAM). PT SAM ini, kemudian mengklaim lahan milik warga itu sebagai tanah negara. Karenanya, perusahaan tersebut menjual lahan itu ke PT Agung Podomoro Land.

"Kedua perusahaan terakhir itu, mengklaim lahan darat warga itu milik negara," ujarnya.

Padahal, jelas-jelas lahan itu milik warga. Warga bercocok tanah di lahannya, bukan sebagai penggarap ataupun penyewa. Melainkan pemilik aslinya. Akan tetapi, oleh PT SAM dan PT APL lahan itu dikuasai.

Bahkan, warga memejahijaukan kasus ini ke pengadilan juga, tidak kuat. Justru pengadilan lebih memenangkan PT SAM dan PT APL. Tak hanya itu, Mahkamah Agung juga mengeluarkan keputusan soal status kepemilikan lahan tersebut.

Merujuk pada keputusan MA itu, pada hari ini BPN dan Polda Jabar akan mengeksekusi lahan milik warga tersebut. Jelas warga marah. Mereka merasa di-dzolimi sebab lahan mereka di ambil paksa. "Kalau itu lahan negara, kenapa selama bertahun-tahun pajaknya dibayar warga," jelas Sukarya.

Jika benar itu lahan negara, seharusnya negara tidak menerima pajak dari warga. Ini ada yang salah. Pemerintah dan aparat penegak hukum salah dalam menghadapi kasus ini. Jadi wajar jika warga marah dan memblokade jalan tol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement