REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra tidak khawatir bila angka presidential threshold (PT) bertahan pada 20 persen. Berapa pun ambang batas pencalonan presiden, Gerindra optimis bisa memenuhinya. "Gerindra sama sekali tak khawatir meskipun PT tetap 20 persen, kami yakin dapat mencapainya. Namun, ini bertentangan dengan semangat konstitusi," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon dalam rilis persnya, Rabu (10/7).
Ambang batas 20 persen yang ada dalam UU pilpres saat ini, menurut Fadil tak memiliki dasar. Kecuali argumentasi sumir soal sistem presidential. Tanpa PT pun, sistem presidential Indonesia sudah kuat. Bahkan terkuat di dunia. Tetapi pembahasan UU Pilpres melupakan aspirasi masyarakat.
Dalam UUD 1945 pasal 6, lanjut Fadli, jelas sekali tidak diamanatkan penetapan threshold. Konstitusi menyebutkan, presiden dan wapres diajukan oleh parpol atau gabungan parpol. Sehingga, penetapan angka treshold untuk pencalonan presiden, jelas melanggar konstitusi dan mencederai hak asasi manusia dalam sistem demokrasi. "Pembatasan PT hanya membuat praktik politik transaksional terus berlanjut, dan kader-kader bangsa terbaik semakin sulit mendapat kesempatan dipilih sebagai capres di masa depan," ujarnya.
Pembatasan PT dinilainya sebagai cermin oligarki partai secara sistemik yang melukai penghormatan terhadap hak setiap warga negara. Yang akhirnya memangkas hak konstitusional warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Karena itu, Gerindra menyayangkan penundaan pembahasan revisi UU Pilpres. Mengingat waktu pelaksanaan pemilu semakin dekat. Pembahasan seharusnya tak hanya menjadi domain baleg, DPR atau parpol saja. Tetapi harus melibatkan masyarakat. Karena yang akan memilih presiden adalah rakyat. Perlu mendengar aspirasi masyarakat soal syarat pencalonan.