REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tingkat korupsi di Indonesia yang dinilai masih tinggi oleh Transparency International Indonesia (TII) sulit untuk diperbaiki bila masih ada yang terus mengganggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Sulit bagi pemerintah memperbaiki kondisi. Indonesia jika KPK terus diganggu dan reformasi lembaga-lembaga publik. mengendor," kata Sekjen TII Dadang Trisasongko, di Jakarta, Selasa. (9/7).
Ia mengemukakan, meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, namun suap dan penyalahgunaan wewenang dinilai masih marak, sementara lembaga-lembaga yang mestinya memberikan pelayanan, pelindungan dan supervisi justru memiliki integritas yang buruk.
Karena itu, ujar dia, diperlukan upaya lebih keras untuk memperkuat lembaga-lembaga antikorupsi, memonitor efektivitas reformasi pelayanan publik dan melibatkan warga dalam upaya-upaya melawan korupsi.
"Di Indonesia, 72 persen warga menyatakan korupsi meningkat. Sementara 20 persen menyatakan kondisi sama dan hanya 8 persen menyatakan korupsi menurun," katanya. Ketika responden ditanya tentang upaya pemberantasan korupsi, 65 persen warga menyatakan belum efektif, sementara hanya 32 persen yang menyatakan sudah efektif. Sisanya tidak yakin apakah efektif atau tidak.
"Kita membutuhkan dukungan politik yang kuat untuk pembenahan parlemen, kepolisian pengadilan, dan lembaga-lembaga pelayanan publik untuk memastikan alokasi anggaran dan pelayanan dasar kepada warga tidak dikorupsi," lanjut Dadang.
Menurut dia, secara global partai politik, polisi, parlemen, peradilan dan birokrasi merupakan lembaga yang paling korup. Ia berpendapat, kondisi itu juga tercermin di Indonesia dalam kaitan dengan pemenuhan pelayanan hak-hak dasar kepada warga.
Survey yang dilakukan TII menunjukkan masih banyak kutipan yang harus dibayar ketika berurusan dengan lembaga kepolisian, pengadilan, perizinan usaha, pertanahan, pendidikan dan kesehatan.
Meski demikian, ujar dia, warga di seluruh dunia masih sangat optimistis melawan korupsi karena 9 dari 10 orang yang disurvei bersedia terlibat melawan korupsi, dan dua pertiga di antaranya berkomitmen untuk menolak suap.