Selasa 09 Jul 2013 00:01 WIB

Mendagri: RUU Ormas Cocok dengan Kekinian

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- n Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang disetujui DPR RI dipandang sesuai dengan era kini. Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi jumlah ormas di Indonesia begitu banyak dan peraturan itu bukan untuk mendikte ormas.

"Ormas di Indonesia memang perlu untuk diatur karena jumlahnya banyak sampai 200.000, baik yang terdaftar maupun tidak," kata Gamawan Fauzi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (8/7).

Menurut dia, UU Nomor 8 Tahun 1985 sudah tidak sesuai dengan keadaan sekarang karena peraturan lama tersebut justru terlalu represif terhadap organisasi kemasyarakatan.

Dia mengatakan bahwa UU yang mulai diterapkan pada Orde Baru itu justru mendikte setiap ormas yang ada di Indonesia. Dalam aturan lama ormas yang sedikit saja terindikasi sedikit bahkan bisa dinilai melakukan tindakan merongrong pemerintah dan dapat dibubarkan.

"Terdapat juga aturan dalam UU Nomor 8 tersebut tidak boleh menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah sehingga RUU Ormas yang telah disetujui DPR tersebut banyak ditakutkan oleh rakyat sebagai pengulangan kebijakan Orde Baru," katanya.

Ia menegaskan bahwa RUU Ormas justru membawa semangat hak asasi manusia dan demokrasi. "Masyarakat banyak yang belum memahami RUU Ormas itu secara utuh," katanya.

Meski begitu, terdapat penolakan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat, serikat buruh, serta ormas.Beberapa di antaranya adalah Muhammadiyah, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Imparsial dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI).

Alasan dari penolakan mereka terhadap RUU Ormas adalah adanya peluang bagi negara untuk membubarkan ormas dan organisasi serikat sejenisnya. UU yang telah disetujui DPR tersebut dikhawatirkan menjadi alat totaliter negara untuk mengendalikan secara ketat bagi ormas di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement