Selasa 02 Jul 2013 20:20 WIB

UU Ormas Bisa Diujimaterilkan di Mahkamah Konstitusi

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Dewi Mardiani
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai penolakan terhadap kehadiran Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) terus mengalir, menyusul disetujuinya pengesahan UU tersebut oleh DPR, Selasa (2/7). Salah satu suara yang menentang produk hukum ini berasal dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional dan Muhammadiyah.

“Kami jelas kecewa dengan keputusan anggota dewan yang bersikeras meloloskan UU ini,” kata Kepala Departemen Jaringan dan Pengembangan Sumber Daya Walhi Nasional, Khalisah Khalid, saat dihubungi, Selasa (2/7).

Keberatan Walhi, kata Khalisah, bukan merujuk kepada pasal per pasal yang terdapat dalam UU Ormas. Tetapi, penolakan organisasinya lebih kepada nilai filosofi UU ini secara keseluruhan. “Sejak awal diwacanakan, RUU Ormas sudah bermasalah, karena didorong oleh semangat yang mengancam proses demokratisasi,” ujarnya.

Ia bependapat, UU Ormas yang baru sama bahayanya dengan pendahulunya, yakni UU Ormas Nomor 8 Tahun 1985 yang merupakan produk Orde Baru. Negara tidak semestinya mengontrol kehidupan masyarakat sipil terlalu jauh, terutama dalam berserikat dan berkumpul. Karena itu, Walhi menginginkan agar aturan negara tentang ormas dicabut secara total, bukan diperbarui.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh P Daulay, berpendapat disahkannya RUU Ormas menjadi undang-undang adalah konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Namun, proses tersebut, menurutnya, belum menjadi hasil final, karena masih ada pintu demokrasi lain yang bisa dilakukan untuk menggugat keputusan itu.

Bagi elemen masyarakat yang belum setuju, bisa langsung membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi. Masih ada peluang untuk melakukan judicial review,” katanya. Saleh yakin, banyak kelompok masyarakat yang ingin melakukan uji materi terhadap UU Ormas. Jika kelompok masyarakat tersebut bisa membuktikan adanya hak-hak konstitusional yang dilanggar oleh UU yang baru itu, MK memiliki kewenangan untuk membatalkannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement