REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya belum bisa menjanjikan adanya perbaikan layanan serta peremajaan angkutan umum meski kenaikan tarif mencapai 20 persen.
Sebab, anggaran subsidi untuk fasilitas tersebut hanya dapat diberikan pada badan usaha atau koperasi yang bergerak di bidang transportasi.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya, Eddie mengatakan, sebanyak 5.600 angkutan umum yang beroperasi, kepemilikannya masih perorangan, bukan kelompok usaha. Dengan begitu, sulit mencairkan dana untuk kepentingan peningkatan pelayanan publik tersebut.
"Kami hanya meminta dengan kenaikan tarif tersebut, para pengusaha angkutan berkontribusi dalam memperbaiki mutu serta kualitasnya," kata Eddie kepada Republika, Senin (1/7).
Dia mengatakan, rata-rata kondisi angkutan memang sudah memprihatinkan. Seperti halnya usia kendaraan yang hampir semuanya melebihi batas waktu yang ditentukan Dinas Perhubungan yaitu, di atas 15 tahun.
Menurut dia, aturan itu sempat ingin ditetapkan, namun mengalami penolakan dari mereka. Padahal, dia menambahkan, seharusnya para pemilik angkutan ini bisa memahami dengan tidak layaknya kondisi tersebut, akan mempengaruhi minat masyarakat menggunakan transportasi umum.
Namun, berdasarkan pengakuan mereka, kata Eddie, keterbatasan dana menjadi kendalanya. "Sekarang kami masih dalam proses sosialisasi agar mereka mau membentuk badan usaha," ujarnya.
Solusi yang bisa ditawarkan ke masyarakat, nantinya akan ada pemanfaatan moda transportasi masal seperti tram. Ke depan, akses utama kota akan difasilitasi angkutan tersebut, sedangkan angkot hanya berfungsi di jalur-jalur kecil.