REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemasangan alat pemantau bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan frekuensi radio (RFID) pada kendaraan bermotor dan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) molor dari waktu yang dijadwalkan.
PT Pertamina (Persero) beralasan, terlambatnya pemasangan tersebut karena sebelumnya fokus terhadap masalah kenaikan tarif BBM bersubsidi.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengungkapkan, molornya pelaksanaan pemasangan RFID yang seharusnya mulai pertengahan Juni lalu dan pemasangan penanda RFID pada kendaraan mulai (1/7) besok mengalami penundaan.
"Diperkirakan pemasangan pada kendaraan dan SPBU pada pertengahan Juli," kata dia kepada Republika,
Ahad (30/6).
Penundaan itu, kata Ali, karena pada minggu sebelumnya masih berkutat pada perubahan tarif BBM bersubsidi. Pihaknya berkonsentrasi pada distribusi atau pemasokan BBM agar tak terjadi kelangkaan di tengah harga baru BBM bersubsidi.
Menurut Ali, tak ada kendala teknis pada pemasangan RFID itu. Semua peralatan dalam kondisi baik dan siap untuk ditanamkan baik di SPBU maupun di kendaraan bermotor.
Rencananya di Jakarta, RFID akan dipasang pada 10 juta kendaraan bermotor. Sebanyak 276 SPBU akan dipasang alat pemantau BBM bersubsidi itu.
Untuk nasional alat pemantau BBM subsidi ini akan dipasang di 11 juta mobil pribadi, 80 juta motor, enam juta truk ,dan tiga juta bus. Selain itu RFID ini akan dipasang di 5.027 SPBU di 33 provinsi.
Nantinya, pembaca RFID akan lebih dulu ada di setiap SPBU di Ibu Kota. Alat penanda RFID akan dipasang di setiap lobang tangki bensin di setiap kendaraan. Nantinya apabila tak ada penanda RFID di kendaraan, tak akan bisa mengisi dengan BBM bersubsidi.