Sabtu 29 Jun 2013 14:03 WIB

Bogor Sudah Bukan Kota Angkot?

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: A.Syalaby Ichsan
Dua unit angkutan kota (Angkot) menunggu penumpang di ujung Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBG) yang terbengkalai di kawasan Baranangsiang, Kota Bogor, Jabar.
Foto: Antara/Jafkhairi
Dua unit angkutan kota (Angkot) menunggu penumpang di ujung Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBG) yang terbengkalai di kawasan Baranangsiang, Kota Bogor, Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tigabelas trayek angkutan umum (angkot) ditambah beberapa trayek menuju Kabupaten yang berputar di sekitar Kebun Raya Bogor (KRB) dinilai menjadi salah satu penyebab kemacetan di pusat Kota Bogor.

Kemacetan diperparah dengan banyaknya warga yang menggunakan kendaraan pribadi menuju pusat perbelanjaan atau rekreasi di sekitar Bogor, terutama pada akhir pekan.

Irma, salah seorang pengguna angkot, mengaku, sering harus berjalan kaki jika kemacetan sudah mengular. ''Ini menguras waktu dan tenaga,'' kata guru sebuah sekolah swasta di Bogor itu.

Sementara Ratna, lebih sering memilih naik ojek menuju Terminal Baranangsiang. ''Biaya angkot bisa satu setengah kali lebih mahal dibanding naik ojek dengan kecepatan yang lebih lambat karena macet,'' kata Ratna.

Kebanyakan pengemudi angkot merasa tak banyak pilihan selain tetap beroperasi walaupun kendaraan berjalan tersendat. Juju, pengemudi angkot 08A jurusan Warungjambu-Pasar Bogor, mengaku bensin kendaraannya boros jika terus terjebak macet. 

Ari Priyono, Kepala Seksi Angkutan Dalam Trayek, Dinas Perhubungan Kota Bogor, mengatakan tidak adanya jalan alternatif membuat jalan utama di sekitar KRB selalu dipenuhi angkot.

Ini bisa terlihat pada saat car-free day di Jalan Jalak Harupat tiap Ahad. Angkot yang biasa melintasi jalan itu terpaksa masuk ke Jalan Ir Juanda, Sudirman, dan Pajajaran. Terkadang ini dikeluhkan para pengemudi karena terjadi penyerobotan penumpang oleh trayek yang mengalami pengalihan jalur.

''Saya tidak setuju jika Bogor dijuluki kota angkot. Angkot di Bogor sudah berkurang,'' kata Ari. Dalam dua tahun ini angkot di Bogor bekurang dari sekitar 5.000 unit menjadi sekitar 3400 unit. Pengurangan dilakukan dengan membatasi usia kendaraan. Hal itu berkaitan dengan kelaikan jalan kendaraan. 

''Kami juga memantau waktu operasi angkot. Angkot yang sudah tiga bulan tidak beroperasi, kami hentikan izin jalannya,'' kata Ari. Menurut Ari, banyaknya jumlah angkot di Bogor disebabkan banyaknya pemilik angkot secara perseorangan. Hal itu juga semakin menyulitkan penertiban kendaraan umum.

Ia menyayangkan warga yang memiliki angkot karena gengsi. ''Mereka bilang, anggap saja imvestasi,'' kata Ari. Warga membeli satu kendaraan untuk dikemudikan orang lain tanpa tahu bagaimana kendaraannya digunakan dan dirawat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement