REPUBLIKA.CO.ID,Banyak orang menulis Pekan Raya Jakarta (PRJ) saat ini adalah kelanjutan dari Pasar Malam Gambir, event tahunan pemerintah kolonial Hindia-Belanda yang digelar di lokasi sekitar Stasiun Gambir sampai Monas pada saat itu. Namun, tidak terlalu banyak sumber sejarah yang bisa dijadikan rujukan untuk menggambarkan suasana Pasar Malam Gambir.
Generasi tua yang masih menyimpan kenangan tentang event tahunan itu relatif tinggal sedikit dan sebagian besar mungkin sudah sulit bercerita. Generasi masa kini yang ingin merasakan suasana Pasar Malam Gambir mungkin hanya bisa membalik-balik Verslag nopens de Pasar-Gambir atau Laporan tentang Pasar Gambir, atau Programma van den Pasar Gambir—Program Pasar Gambir—antara tahun 1900 sampai 1930.
Hampir seluruh teks kolonial Belanda menyebutkan, Pasar Gambir digagas Pemerintah Hindia-Belanda. Pasar Gambir pertama diselenggarakan tahun 1898 untuk memperingati penobatan Wilhelmina sebagai Ratu Belanda. Tahun-tahun berikutnya dan sampai dihentikan Jepang tahun 1942, Pasar Gambir digelar untuk menyambut hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus.
Pasar Gambir pertama dibuka pada 31 Agustus, bertepatan dengan hari kelahiran dan penobatan Wilhelmina. Berikutnya, Pasar Gambir dibuka pada pekan terakhir Agustus dan berakhir pada pekan pertama September.
Tjalie Robinson, intelektual keturunan Inggris-Belanda-Jawa dan sastrawan yang mengembangkan bahasa Petjok, mengatakan bahwa orang Belanda bukan penggagas pertama penyelenggaraan Pasar Gambir. Tjalie, tanpa menyebut sumber sejarahnya, menulis Sir Thomas Stamford Raffles pernah menyelenggarakan pasar malam tahun 1812 untuk memperingati ulang tahun Raja George III.
Raffles mengajak seluruh penduduk kulit putih, Inggris, non-Inggris, dan penduduk Batavia, berpesta bersama di Pasar Gambir. Setelah Raffles pergi dan Belanda kembali ke Jawa, demikian tulis Tjalie, orang-orang Belanda mengorganisasi pasar malam, tapi bukan di kawasan Gambir. Orang-orang Belanda lebih suka membuat pasar malam di kawasan Lunapark.