Senin 24 Jun 2013 19:51 WIB

Terkait Ormas, Pemerintah Diminta tak Pakai Sistem Kekeluargaan

 Seorang anak memegang bendera saat aksi unjuk rasa menolak RUU Ormas di depan komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (5/4).  (Republika/Yasin Habibi)
Seorang anak memegang bendera saat aksi unjuk rasa menolak RUU Ormas di depan komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (5/4). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI--Pertengkaran sejumlah ormas dinilai sulit untuk dipadamkan. Ini menjadi sebuah polemik tersendiri bagi aparat penegak hukum.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Richardi Adnan menilai, aparat salah langkah jika menyelesaikan pertengkaran ormas dengan sistem kekeluargaan. ''Penyelesaian dengan sistem kekeluargaan tidak selesaikan masalah,'' katanya, Senin (24/6).

Richardi menjelaskan, banyaknya ormas yang bertengkar disebabkan dengan problem eksistensi mereka masing-masing. Tindakan hukum perlu dilakukan jika mereka terlibat keributan.

Sementara, saat ini yang dilakukan adalah upaya perdamaian dengan sistem kekeluargaan. Kedua ormas dipertemukan dengan aparat penegak hukum sebagai moderatornya. ''Seharusnya tidak begini, tindak hukum ormas yang melakukan kriminalitas,'' katanya.

Richardi juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan tidak mengawasi aktifitas ormas di Indonesia. RUU Ormas juga bukan cara yang tepat untuk meredam keributan ini, karena ditakutkan adanya pasal yang mengancam kebebasan orang berekspresi.

Yang perlu dilakukan adalah pengawasan terhadap ormas itu sendiri. ''Tentu dengan hukum yang tegas. Negara kita kan punya hukum,'' katanya.

Seperti diketahui, posko FBR di Gandaria, Rawa Simprug dan Pesangrahan di Jakarta Selatan hangus terbakar dalam waktu setengah jam, mulai pukul 23.00 WIB sampai 23.30 WIB, Ahad (23/6) oleh sekelompok orang tidak dikenal. Dari pengrusakan tersebut, dua orang luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement