Senin 24 Jun 2013 08:00 WIB

Kwik: BBM Naik Akan Tingkatkan Surplus

Menko Perekonomian Hatta Rajasa (kanan) berdialog dengan warga saat penyerahan Bantuan Langsung Sementara (BLSM) di Kantor Pos Mampang, Jakarta, Sabtu (22/6)
Foto: antara
Menko Perekonomian Hatta Rajasa (kanan) berdialog dengan warga saat penyerahan Bantuan Langsung Sementara (BLSM) di Kantor Pos Mampang, Jakarta, Sabtu (22/6)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000-6.500 per liter. 

Kwik beralasan, selain harga BBM saat ini terlalu murah, naiknya harga memungkinkan Indonesia memiliki surplus lebih tinggi untuk membiayai pembangunan.

Pernyataan tersebut diberikan Kwik kepada lembaga analisis dan pusat data bisnis, Katadata. Kepada lembaga yang didirikan analis ekonomi Lin Che Wei itu Kwik harga yang berlaku sebelumnya terlampau murah.

“Harga BBM sebesar Rp 4.500 itu terlalu murah. Masak BBM lebih murah dari harga satu botol aqua atau satu botol bir?” kata Kwik. Menurut dia, harga BBM memang harus dinaikkan ke level yang wajar, yakni di kisaran Rp 6000-6.500 per liter.

Menurut Kwik, berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, ada tiga faktor yang menjadi pertimbangan untuk menaikkan harga BBM. Pertama, kepantasan atau kepatutan. Kedua, daya beli masyarakat. Ketiga, nilai strategis.

Dari sisi kepantasan, harga BBM yang lebih murah dibandingkan dengan harga sebotol air minum termasuk tidak pantas.  Sedangkan, dari segi daya beli masyarakat, harga Rp 6.000-6.500 per liter masih tergolong wajar. 

"Saya yakin harga itu masih bisa dijangkau." Jika dilihat dari faktor strategis, BBM merupakan barang sangat strategis yang dibutuhkan dan dipergunakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Karena itu, harganya tidak bisa dipatok sesuai dengan harga internasional, yakni Rp 9.000-10.000 per liter.

Hal lain yang menurut Kwik sangat mendasar, dengan meniakkan harga BBM, Indonesia diharapkan memiliki surplus lebih tinggi lagi untuk membiayai pembangunan lainnya. Karena itu, Kwik justru menyesalkan pemerintah yang dinilainya lamban dan mengulur-ulur waktu, yang justru menambah persoalan psikologis masyarakat sebelum harga BBM sendiri naik.

Seperti diketahui, rencana kenaikan harga BBM sebenarnya sudah diusulkan pemerintah sejak awal tahun 2012, tetapi ditolak DPR pada 30 Maret 2012. Sayangnya, pemerintah dalam hal ini Presiden SBY ragu untuk memutuskan kenaikan harga BBM, sekalipun wewenang itu berada di tangan Presiden sebagaimana diatur dalam UU APBN 2013.

Presiden tak mau menaikkan harga BBM tanpa mendapatkan dukungan Program Percepatan dan Perlindungan Sosial sebagai langkah melindungi masyarakat dari dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, yang akhirnya disetujui DPR dalam APBN-P 2013 melalui Rapat Paripurna DPR.

Sementara itu, guna secepatnya mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap warga miskin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, segera menyerahkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) secara simbolis, pada hari pertama harga BBM baru berlaku.

Hatta menyerahkan bantuan kepada warga itu secara simbolis di Kantor PT Pos Mampang, Jakarta Selatan. BLSM diberikan kepada masyarakat miskin sebagai kompensasi pemerintah terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan secara resmi, Jumat (21/6) malam lalu.

"BLSM sebesar Rp 150.000 diberikan pemerintah sebagai bentuk kompensasi pemerintah atas penyesuaian harga BBM kepada masyarakat yang terkena dampak langsung atas perubahan harga itu,” kata Hatta. Menko menegaskan bahwa pemberian BLSM sifatnya sementara, yaitu selama empat bulan sejak penyesuaian harga BBM jenis premiun dan solar. Dana sekitar Rp 6 triliun itu akan diberikan bertahap di 14 kabupaten/kota yang penyalurannya berkoordinasi dengan PT Pos Indonesia.

Hatta merupakan salah satu menteri yang turun langsung untuk meresmikan pemberian BLSM kepada masyarakat. Menurut  Hatta, pemerintah tak hanya telah mengantisipasi melonjaknya harga pangan, terutama beras, tetapi akan mempertahankan secara maksimal stabilitas harga pangan.

“Untuk itu kita sudah menyiapkan berbagai mekanisme intervensi dan stabilisasi. Memang wajar jika memasuki Ramadhan komoditas tertentu, seperti cabai,  mengalami kenaikan.  Tetapi kita jamin,  jika sudah di luar kewajaran, kita siap intervensi,” kata dia.

Caranya dengan memberdayakan berbagai elemen BUMN, misalnya operasi pasar, pasar murah, dan lain-lain. “Kita siapkan 3 juta ton beras. "Kalau ada kenaikan, Bulog langsung full in, kok,” kata dia. Namun demikian, langkah-langkah itu tetap menekankan pada perlindungan kepentingan petani nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement