REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Warga yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Senaning, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), mau tidak mau harus 'menikmati' harga bensin Rp 11 ribu hingga Rp 12 ribu per liter.
"Sudah dua hari sejak kenaikan harga, bensin di sini dijual Rp 11 ribu hingga Rp 12 ribu," kata Ambresius Murjani, warga Senaning yang juga Koordinator Kelompok Informasi masyarakat perbatasan (Kimtas) di Kabupaten Sintang, Ahad (23/6).
Ia mengatakan, harga bensin yang semula Rp 4.500 per liter, dahulu dijual di daerahnya Rp 9.000 per liter. Saat ini setelah naik menjadi Rp 6.500 per liter, harganya menjadi Rp 12 ribu per liter. Sedangkan untuk solar yang semula Rp 10 ribu per liter ketika masih Rp 4.500 per liter, kini menjadi Rp 11 ribu per liter. "Mau gimana lagi. Mau tak mau, menikmati harga itu," katanya.
Menurut dia, warga sudah biasa dengan kenaikan harga tersebut. Warga pun tetap membeli bahan bakar itu. Tetapi kecenderungan saat ini, semakin banyak warga yang membeli bensin dari Malaysia yang harganya dijual Rp 10 ribu per liter.
Warga mendapatkan bensin dari Malaysia dengan berjalan kaki sekitar 3 jam. Sambil memikul dua jeriken yang bisa menampung 20 liter bensin. "Kalau dua jeriken, berarti bisa dapat 40 liter," kata dia lagi.
Harga bensin di Malaysia sekitar 2 ringgit atau Rp 9.000 per liter. Dan jika dijual ke warga hanya naik Rp 1.000 per liter. "Jadi pilihannya sekarang ke Malaysia," kata Ambresius Murjani.
Namun untuk transportasi menggunakan mobil Strada dari Senaning ke Kota Sintang, ibu kota kabupaten, penumpang harus membayar Rp 450 ribu. Sebelum harga BBM naik, penumpang mobil bergardan ganda itu cukup membayar Rp 300 ribu dengan menempuh perjalanan 205 kilometer dengan kondisi jalan masih berupa jalan tanah yang jika hujan menjadi berlumpur.