REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Sosiolog dari Universitas Indonesia, Richardi Adnan menegaskan kepada seluruh media di Indonesia agar menjaga kerahasiaan korban pemerkosaan. ''Bukan di eksploitasi,'' katanya ketika dihubungi Republika, Sabtu (22/6).
Richardi miris melihat sejumlah pemberitaan media yang terang-terang memberitahu identitas korban pemerkosaan. Bahkan, korban bisa dilihat oleh jutaan pasang mata masyarakat Indonesia. ''Ini budaya yang sangat buruk, tidak ada penjagaan kerahasiaan korban,'' katanya.
Efek nantinya yang akan didapatkan korban adalah beban mental dan sosial yang harus ditanggung seumur hidup dengan tipikal budaya masyarakat Indonesia masih dekat dengan kultur 'penabuan'. Tabu yang dimaksud adalah menjadi bahan pembicaraan masyarakat yang menolak segala bentuk penyelewengan secara seksual. Masyarakat Indonesia tidak lagi melihat siapa korban dan siapa pelaku, tapi apa yang telah terjadi dengan korban. ''Ini kritikan buat media,'' kata Richardi.
Menurut Richardi, ini berbanding terbalik dengan pelaku yang ketika tampil ditelevisi 'disamarkan' suaranya atau 'ditutup' matanya. Richardi bertanya, siapa yang harus dijaga, korban atau pelaku.