REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mempertanyakan kebenaran kabar relokasi paksa terhadap penganut aliran Syiah di Sampang, Madura, dari lokasi pengungsian di GOR Sampang ke rumah susun sewa Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Jika memang benar itu dilakukan dengan disertai pemaksaan, kami mengecam. Itu wujud kegagalan pemerintah dalam melindungi warganya yang memiliki hak untuk hidup di tanah kelahirannya," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Jumat.
Namun, kata Said Aqil, jika relokasi tersebut dilakukan berdasarkan keinginan pengikut aliran Syiah sendiri maka tidak menjadi persoalan.
Informasi yang diperoleh PBNU dari Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, relokasi dilakukan atas keinginan pengikut Syiah, yang dibuktikan dengan surat pernyataan bermeterai.
"Mas Saiful (Saifullah Yusuf, red) mengatakan ke saya, Pemprov Jatim meminta relokasi itu tidak disebut sebagai pengusiran, karena dilakukan atas permintaan pengikut Syiah sendiri. Kalau memang demikian ya tidak apa-apa, karena justru itu bagian dari upaya pemerintah melindungi warganya," ucap Said Aqil.
Said Aqil meminta aparat terkait agar bisa memberikan jaminan keselamatan kepada pengikut Syiah, termasuk jika suatu saat mereka yang sekarang direlokasi menginginkan kembali ke kampung halamannya.
"Pengikut Syiah yang sudah direlokasi itu adalah warga negara yang sama, yang memiliki hak hidup yang sama juga. Pemerintah harus bisa menjamin aset mereka yang ditinggalkan, dan mengabulkan jika suatu saat mereka ingin kembali ke kampung halamannya," tuturnya.
Terkait kabar pemaksaan relokasi tersebut juga dilakukan oleh warga NU, dengan tegas Said Aqil membantah.
"Jangan libatkan NU di sini. Jika benar ada pemaksaan itu yang melakukan adalah oknum, yang secara kebetulan mungkin warga NU. NU secara lembaga dengan tegas mengecam, tidak sependapat, jika relokasi dilakukan dengan pemaksaan," tukasnya.