Kamis 20 Jun 2013 19:32 WIB

Soetrisno Bachir Tidak Tahu Soal Fee Alat Kesehatan

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Dewi Mardiani
Mantan Ketua Partai Amanat Rakyat Soetrisno Bachir memberikan kesaksian dalam sidang kasus korupsi alat kesehatan dengan terdakwa Ratna Dewi Umar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/6).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Mantan Ketua Partai Amanat Rakyat Soetrisno Bachir memberikan kesaksian dalam sidang kasus korupsi alat kesehatan dengan terdakwa Ratna Dewi Umar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir, memenuhi panggilan untuk menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/6). Nama Soetrisno sempat muncul dari keterangan saksi sebelumnya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan terkait wabah flu burung di Departemen Kesehatan (Depkes).

Jaksa penuntut umum menghadirkan Soetrisno sebagai saksi bagi terdakwa Ratna Dewi Umar. Dalam persidangan sebelumnya, adik ipar Soetrisno, Nuki Syahrun, sempat menyebutkan ada aliran uang dari komisi penjualan alat kesehatan masuk ke rekening kakak iparnya. Mengenai transfer uang itu, Soetrisno mengakuinya. "Ia. ada dua kali," kata dia.

Hanya, Soetrisno mengatakan, adanya uang transfer itu dia ketahui ketika sudah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, ada uang transfer sekitar Rp 220 juta ke rekening pribadinya. Kemudian ada uang senilai Rp 1,2 miliar yang masuk ke rekening perusahaan miliknya, PT Selaras Inti Internasional. Soetrisno mengatakan, tidak mengetahui secara rinci proses transfer uang dari Nuki.

Untuk masalah keuangan, Soetrisno menyerahkan urusannya pada para direksi, termasuk untuk rekening pribadinya. Karena itu, ia mengatakan, tidak mengetahui secara pasti pengembalian uang dari Nuki. Namun, setelah menanyakan pada jajaran direksi, ia baru mengetahuinya. "Saya tanyakan kepada direksi, itu untuk mengembalikan pinjaman dari saudara Nuki," kata dia.

Menurut Soetrisno, Nuki memang mempunyai utang dengan nilai sekitar Rp 3 miliar. Soal pinjam-meminjam ini, ia katakan, bagian direksi yang mengurusnya. Nuki memang menjadi salah satu staf di PT Selaras Inti Internasional. Mengenai asal-usul uang dari Nuki yang masuk kepadanya, Soetrisno pun tidak mengetahui.

Karena uang dari Nuki ada yang mengalir ke Soetrisno, anggota majelis hakim sempat menanyakan keberadaan uang sekitar Rp 1,4 miliar itu. Soetrisno mengatakan, ketika diperiksa di KPK, ia sempat diminta mengembalikan uang itu. Namun, Soetrisno belum melakukannya. "Nanti memberikan salah, orang ini (Nuki) kan membayar utang. Kemudian nanti saya kembalikan ke negara, nanti saya salah," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement