REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Kesra Agung Laksono mengatakan subdisi BBM hanya dikurangi saja sebesar Rp 2.000 per liter. Masyarakat masih tetap mendapatkan subsidi walau jumlahnya lebih rendah dari sebelumnya. "Jadi tidak benar kalau subsidi BBM dicabut semuanya," katanya di Jakarta, Kamis, (20/6).
Menurutnya, pengurangan subdisi BBM yang nilainya lebih dari Rp 250 triliun ini dilakukan untuk menyehatkan APBN yang mengalami defisit akibat pembengkakan subsidi BBM. Jika tidak dilakukan, pengurangan maka beban APBN akan semakin berat.
Penikmat subsidi BBM, ujar Agung, banyak juga kalangan dari orang kaya yang memiliki mobil. Ada pula pengendara mobil Mercy menggunakan BBM bersubsidi. "Orang kaya semacam itu tidak berhak menggunakan BBM bersubsidi,"ujar Wakil Ketua Partai Golkar tersebut.
Makanya, kata Agung, presiden dan jajarannya berupaya menanggulangi masalah tersebut dengan menaikkan harga BBM dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter. Memang kebijakan ini akan memberikan dampak inflasi sehingga harga barang-barang akan naik.
Pemerintah, ujar Agung, berupaya melindungi masyarakat yang miskin, terutama yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap untuk mendapatkan BLSM. Berdasarkan data, terdapat 11,6 persen masyarakat miskin dan sangat miskin. Selain itu juga terdapat 14 persen masyarakat rentan miskin.
"BLSM akan diberikan kepada 15,5 juta rumah tangga miskin dengan nilai Rp 150 ribu per bulan selama empat bulan. Rumah tangga miskin ini jangan sampai menjadi korban kenaikan harga BBM," kata Agung.
Pemerintah, terang Agung, berani menaikkan harga BBM sebab kepastian kompensasinya sudah ada. Meski pun baru diperoleh dengan dalam APBNP yang dimenangkan secara voting di DPR. "Sebenarnya biasa saja membuat keputusan dengan cara voting di DPR, bukan hal aneh," terangnya.