Rabu 19 Jun 2013 19:19 WIB

Muhammadiyah: Tudingan Thomas Jamaluddin Tak Cerminkan Seorang Saintis

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
Prof Dr Thomas Djamaluddin
Prof Dr Thomas Djamaluddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah kembali mengingatkan Thomas Djamaluddin, Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) agar tidak kembali melemparkan pernyataan permusuhan terhadap Muhammadiyah.

Saat berbincang dengan ROL, Rabu (19/6), salah satu Ketua PP Muhammadiyah, Prof KH Yunahar Ilyas menilai, "Bahasa dia (Thomas) bukan lagi cerminan bahasa seorang saintis."

Yunahar menurutkan, ini adalah kesekian kalinya Thomas Djamaluddin menyerang Muhammadiyah karena mengumumkan awal bulan puasa dan Idul Fitri menggunakan metode wujudul hilal.

"Bukan sekali dua kali dia menyerang Muhammadiyah, jadi biarkan saja biar umat yang menilai siapa yang Tafarruq (memisahkan diri dari ummat) dan siapa yang berusaha memprovokasi umat," tuturnya.

Komentar serangan Thomas tersebut dinilai Yunahar sudah keluar dari akhlaq mulia. Kalau tujuannya menyatukan umat, statemen itu hasilnya malah sebaliknya. Komentar seperti itu, bisa jadi terlihat punya agenda tersembunyi sendiri.

Yunahar menjelaskan, sebenarnya kita juga memiliki alasan yang cukup logis berdasarkan saintis dan memiliki dasar dalil agama yang kuat. Jadi bukan semata-mata penetapan Ramadhan dan Idul Fitri Muhammadiyah karena fanatisme organisasi.

Muhammadiyah, kata Yunahar, sebenarnya sudah berkali-kali menjawab serangan dan tuduhan Thomas ini. Dan setiap kali juga dia mengulangi hal sama, tuduhannya pun tidak ada yang baru. "Jadi tidak ada yang perlu ditanggapi berlebihan dengan serangan Thomas itu," ujarnya.

Sebelumnya, dalam statusnya di sosial media, Thomas Djamaluddin membuat pernyataan mengatakan, Muhammadiyah memilih tafarruq (memisahkan diri dari ummat) hanya karena membela Wujudul Hilal yang usang secara sains. Menurut ia Wujudul hilal bukan masalah dalil, tetapi masalah sains karena rumusannya pun rumusan astronomis. Ia juga menilai para pembelanya bukan berargumentasi dengan logika sains, tetapi lebih mendasarkan pada fanatisme organisasi.

Pernyataan Thomas Djamaluddin itu kemudian kembali menuai protes, terutama dari kalangan Muhammadiyah. Menurut kalangan Muhammadiyah statemen itu bukan malah membuat umat semakin dewasa menyikapi perbedaan, tetapi malah membawa umat untuk ikut terprovokasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement