REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatoellah menolak wacana pembahasan Rancangan UU Kesehatan Jiwa. Menurut dia, RUU Kesehatan Jiwa bisa menjadi jalan bagi para pelaku tindak pidana lolos dari jerat hukum.
"Kalau ada orang membunuh atau korupsi dia bisa saja berpura-pura gila sehingga dibebaskan dari hukuman," kata Poempida ketika dihubungi Republika, Selasa (19/6).
Poempida menyatakan orang dengan gangguan jiwa tidak bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini karena mereka memiliki keterbatasan mengikuti jalannya hukum acara pidana.
Orang gila tidak bisa menjawab pertanyaan penyidik dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Mereka juga tidak mungkin dilibatkan dalam proses persidangan baik sebagai saksi maupun terdakwa. "Di sini ada kekosongan hukum yang melekat kepada para penderita gangguan jiwa," ujarnya.
Persoalan hukum bagi penderita gangguan jiwa cukup diatasi dengan peraturan pemerintah. Hal ini sejalan dengan mandat UU Kesehatan Nomor 36 2009.
Poempida mengatakan dalam UU tersebut dinyatakan pemerintah – dalam hal ini Kementrian Kesehatan – wajib membuat peraturan yang mengatur tentang keberadaan penderita gangguan jiwa. "Saya menyalahkan Kementrian Kesehatan yang tidak membuat peraturan tersebut sampai sekarang," katanya.
Poempida menyatakan peraturan pemerintah lebih efektif menangani kasus pidana orang gangguan jiwa. Pasalnya jika diatur dalam undang-undang khusus (UU Kesehatan Jiwa), hal itu bisa membuka celah bagi para pelaku pidana lolos dari jerat hukum. "Karena posisi Undang-Undang Kesehatan Jiwa setara dengan UU KUHP," ujarnya.