REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Unjuk rasa belasan mahasiswa dan masyarakat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, untuk menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diwarnai dengan shalat gaib di alun-alun setempat, Selasa.
Shalat gaib yang digelar di Alun-Alun Kudus tersebut, sebagai bentuk protes atas anggapan matinya kepedulian pemerintah terhadap nasib rakyat kecil, menyusul akan dinaikkan harga BBM.
"Sebelumnya, pemerintah juga berjanji tidak akan menaikkan harga BBM. Kenyataannya sekarang, akan dinaikkan kembali," kata koordinator aksi, Afrinton Ribut Nugroho.
Ia menuntut pemerintah tidak menaikkan harga BBM, karena masyarakat kecil yang bakal menjadi korban atas dampak kebijakan tersebut.
Bahkan, kata dia, kenaikan harga BBM juga berpotensi menimbulkan dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Peserta aksi lainnya, Kholid Mawardi, mengatakan unjuk rasa itu merupakan aksi kedua, setelah sebelumnya digelar Senin (17/6).
Aksi yang kedua itu, kata dia, hanya diikuti beberapa elemen mahasiswa dan masyarakat, seperti PRD, PMII, dan LPH Yaphi. Selain menggelar unjuk rasa, kata dia, dalam waktu dekat juga akan digelar diskusi soal dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat kecil.
"Selama belum ada transparansi dalam hal pengelolaan minyak dan gas, tentunya masyarakat belum bisa menerima dengan lapang dada setiap ada kenaikan harga BBM," katanya.
Koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kabupaten Kudus Slamet Machmudi mengatakan pemerintah kurang peka dalam memilih momentum menaikkan harga BBM.
Apalagi, kata dia, harga kebutuhan pokok di pasaran sudah mulai merangkak naik menjelang Bulan Puasa dan Lebaran.
"Jika benar harga BBM dinaikkan dalam waktu dekat, maka masyarakat akan menanggung beban inflasi yang cukup tinggi," katanya.
Selain itu, kata dia, masyarakat juga masih disibukkan dengan pergantian tahun ajaran baru sekolah, karena kebutuhan peralatan sekolah dan biaya masuk sekolah juga ikut membebani keuangan keluarga.
Wacana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), kata dia, secara nominal tidak mampu menutup dampak inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat akibat dampak kenaikan harga BBM.
"Bantuan tersebut, juga tidak akan memberikan dampak pada kesejahteraan rakyat, karena hanya menjadi obat sementara bagi kekecewaan warga miskin terhadap pemerintah," katanya.