Ahad 16 Jun 2013 17:14 WIB

DKI Akan Kaji Pembentukan Badan Otorita Kota Tua

Rep: Teguh Setiawan/ Red: Heri Ruslan
 Pengunjung berfoto bersama dengan Idris (kiri),sang manusia patung di Kota Tua, Jakarta Barat, Senin (25/2).   (Republika/Agung Supriyanto)
Pengunjung berfoto bersama dengan Idris (kiri),sang manusia patung di Kota Tua, Jakarta Barat, Senin (25/2). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta akan mengkaji pembentukan Badan Otorita Kota Tua Batavia, dengan mengundang kalangan akademisi, stakeholder, tokoh masyarakat, dan seluruh pihak terkait.

“Kami akan mengkaji gagasan ini,” ujar Sylviana, asisten pemerintahan Pemprov DKI Jakarta, usai mengikuti Fun Bike II Tambora di Jl Kalibesar Barat, kawasan Kota Tua Batavia. “Pengkajian harus komprehensif, tidak bisa parsial, dan melibatkan pemerintah pusat.”

Gagasan pembentukan Badan Otorita Kota Tua telah lama dikemukakan sejumlah stakeholder yang tergabung di Jakarta Heritage Trust (JHT). Namun, gagasan itu sama sekali tidak mendapat tanggapan rejim lama Pemprov DKI Jakarta.

JHT tidak putus harapan, menyusul keseriusan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo merevitaslisasi Kota Tua Batavia. Saat pelantikan H Fatahillah sebagai walikota Jakarat Barat, 17 Mei lalu, Joko Widodo menjadikan revitalisasi Kota Tua sebagai satu dari tiga prioritas tugas orang nomor satu Jakarta Barat.

“Pak Jokowi sangat peduli terhadap Kota Tua. Namun, membentuk Badan Otorita untuk Kota Tua sangat tidak mudah, dan perlu pengkajian cukup lama,” lanjut Sylviana.

Menjawab pertanyaan wartawan mengenai seringnya peraturan untuk kawasan Kota Tua yang dilanggar aparat di tingkat bawah, Sylviana secara diplomatis mengatakan; “Kami juga masih harus mengkaji apakah peraturan saat ini memang benar-benar dilanggar, atau telah out of date.”

Di tempat terpisah, Robert Tambunan – ketua JHT dan pengelola sejumlah gedung tua milik BUMN –mengkritik gagasan penataan PKL dengan membatasi jumlahnya menjadi hanya 260. Menurutnya, penataan PKL – meski dengan jumlah yang sangat terbatas – bertentangan dengan konsep pemeliharaan kawasan bersejarah.

PKL, masih menurut Robert Tambunan, menyebabkan kekumuhan. PKL juga membuat stakeholder enggan memanfaat gedung menjadi tempat usaha. Akibatnya, kawasan tidak berkembang sebagai kawasan wisata tapi ‘pasar’.

Sebagai individu yang 30 tahun bergelut dengan Kota Tua Batavia, Robert Tambunan punya pengalaman menarik dari satu ke lain rejim. “Setiap terjadi pergantian pemerintahan di DKI dan Jakarta Barat, saya selalu dipanggil dan diminta bicara persoalan Kota Tua,” ujar Robert. “Tapi, hampir tidak ada rencana jangka panjang untuk memelihara kawasan ini.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement