Ahad 16 Jun 2013 15:35 WIB

Purwakarta Akan Hapus Biaya PPDB dan Tes Masuk

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Djibril Muhammad
Kabupaten Purwakarta
Foto: apkasi.or.id
Kabupaten Purwakarta

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemkab Purwakarta, berencana akan menghapuskan semua persyaratan dan biaya penerimaan peserta didik baru (PPDB). Tujuannya, supaya semua lulusan SMP bisa melanjutkan sekolah tanpa harus terbentur persyaratan dan biaya. Rencananya, penghapusan ini akan berlaku mulai tahun ajaran baru 2013-2014 ini. "Kami akan hapuskan seluruh persyaratannya," ujar Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, Ahad (16/6).

Dedi mengaku, gebrakannya ini sengaja dilakukan agar semua lulusan SMP, MTs atau sederajat bisa terserap di SMA yang ada. Termasuk sekolah negeri maupun swasta. Cara seperti ini, diharapkan meminimalisasi jumlah anak usia sekolah yang tak mampu melanjutkan, gara-gara terganjal syarat masuk maupun biaya.

Penghapusan syarat administrasi ini, sekaligus menjawab terjadinya polemik dalam PPDB selama ini. Banyak orang tua siswa, menginginkan pemerintah konsisten menjalankan amanat konstitusi tentang pendidikan gratis.

Sedangkan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) bersama sekolah, ada kecenderungan penerapan biaya dalam PPDB. Ditambah adanya persyaratan administrasi. Seperti melampirkan akta kelahiran dan mengikuti tes saringan masuk. Kebijakan tersebut, tentunya sangat memberatkan orang tua. Terutama, dari sisi biaya PPDB. Apalagi, biaya itu jumlahnya variasi sampai puluhan juta rupiah.

Dengan adanya biaya PPDB, lanjut Dedi, tentu saja semakin memperparah jarak antara siswa keluarga berada dengan keluarga yang ekonominya pas-pasan. Sedangkan sekolah itu, merupakan hak dasar anak-anak.

"Kebijakan tentang PPDB kita cabut saja. Bila perlu syarat adminsitrasi, seperti akta kelahiran atau tes ditiadakan," katanya menjelaskan.

Mulai tahun ajaran baru ini, semua lulusan SMP bisa langsung masuk ke sekolah yang diinginkan. Tinggal diatur mekanismenya seperti apa. Agar semua sekolah dapat terisi secara proporsional.

          

Dengan diadakannya tes saringan masuk, terang dia, acapkali pihak sekolah beralasan karena keterbatasan ruang kelas. Padahal, dengan kebijakan itu semakin mempersulit siswa bisa masuk sekolah yang diinginkannya.

Sehingga, menjadi beban bagi orang tua. Bahkan, kebijakan itu membuka peluang untuk terjadinya kasus jual beli kursi, yang harganya cukup mahal. "Kebijakan itu, terindikasi kuat terjadinya bisnis di dunia pendidikan," ujarnya.

        

Dedi mengaku, urusan pendidikan masyarakat merupakan kewajiban negara untuk menjamin keberlangsungan secara penuh. Baik dalam aspek infrastruktur, maupun hal-hal lain. Terpenting amanat konstitusi yang berkaitan dengan pendidikan gratis bisa dilaksanakan secara maksimal.

Jika sekolah kekurangan ruangan akibat kebijakan baru soal penghapusan persyaratan ini, maka pemkan akan menambah alokasi guna membangun ruang kelas baru. Jadi, kedepan tak ada alasan lagi, sekolah kekurangan ruangan. Sebab, pemkab akan menyediakannya.

           

Di bagian lain, Disdikpora Purwakarta tidak berani memberikan tanggapan soal kebijakan bupati seperti itu. Termasuk tak mau mengungkap hasil rapat kordinasi  tentang pembahasan PPDB. Bahkan, Kabid Pendidikan Menengah Disdikpora, Diaudin, selalu mengarahkan wartawan agar mengkonfirmasi kepada kepala dinas.  "Silahkan saja untuk menghubungi Pak Kadis. Karena persoalan ini beliaulah yang paling berkompeten," ujarnya singkat.

           

Dia menyebutkan daya tampung SMA, SMK, dan MA  baik negeri maupun swasta di Purwakarta, sebanyak 14.528 siswa. Sedangkan jumlah kelulusan SMP dan MTs tahun ini mencapai 13.935 siswa. Jadi, dengan data seperti itu asumsinya seluruh lulusan SMP sederajat bisa semuanya melanjutkan pendidikannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement