Ahad 16 Jun 2013 14:41 WIB

MUI Lebak: Orang Kaya Haram Terima BLSM

Seorang lansia menerima bantuan langsung tunai (BLT).
Foto: Antara/Eric Ireng
Seorang lansia menerima bantuan langsung tunai (BLT).

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baijuri mengatakan orang kaya yang menerima bantuan langsung sementara masyarakat atau BLSM sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak hukumnya haram.

"Kami meminta jika orang kaya menerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), sebaiknya diberikan kepada orang yang berhak menerimanya," katanya di Rangkasbitung, Minggu.

Menurut dia, kebijakan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang direncanakan dalam waktu dekat ini tentu masyarakat akan sangat terkena dampaknya. Sebab kenaikan BBM ini, tentunya akan berdampak terhadap gejolak harga bahan pokok maupun jasa perdagangan lainya.

Namun, pemerintah akan menyalurkan dana kompensasi sebesar Rp150 ribu untuk rumah tangga miskin selama enam bulan. Penyaluran dana kompensasi tersebut melalui program BLSM untuk meringankan beban ekonomi masyarakat miskin.

"Kami sangat setuju jika kenaikan BBM dapat dinikmati warga miskin dengan pemberian subsidi kompensasi itu," katanya.

Ia berharap penyaluran BLSM harus benar-benar memenuhi kreteria orang miskin yang berhak menerimanya. Sebab program itu dialokasikan bantuan untuk masyarakat sebagai kompensasi kenaikan BBM.

Sebaliknya, kata dia, jika orang kaya yang mampu secara ekonomi, tapi masih menerima BLSM, maka harus dikembalikan ke negara atau diberikan kepada warga miskin. "Ajaran Islam mengharamkan bila orang kaya memakan hak orang miskin," katanya menjelaskan.

Pengamat ekonomi Encep Haerudin mengatakan bahwa penyaluran BLSM harus tepat sasaran untuk warga miskin. Pihaknya mendukung kenaikan harga BBM karena dapat menekan subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ia mengimbau persoalan menyangkut penyaluran BLSM jangan sampai terulang kembali, seperti saat program BLT, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya terjadi konflik.

Pemerintah daerah terlebih dahulu mempersiapkan data masyarakat miskin penerima BLSM. Sebab, menurut dia, jika mengambil data Badan Pusat Statistik (BPK) dikhawatirkan tidak lagi akurat.

Untuk melakukan pendataan secara akurat diperlukan kerja sama BPS, aparat kecamatan, kelurahan atau desa, dan kepala rukun tetangga. "Dengan kerja sama ini diharapkan benar-benar warga miskin berhak menerima dana kompensasi kenaikan BBM," kata Encep yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) La Tansa Mashiro Rangkasbitung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement