Oleh Achmad Syalaby Ichsan (Wartawan Republika Online)
REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- PT Jamsostek (Persero) mengusulkan besaran iuran untuk program jaminan pensiun (JP) dan jaminan hari tua (JHT) saat Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.
Direktur Utama PT Jamsostek, Elvyn G Masassya, mengungkapkan pihaknya mengusulkan penetapan iuran untuk JP sebesar 15 persen dan kenaikan iuran JHT dari 5,7 persen menjadi 8,5 persen.
Meskipun bakal menambah beban para peserta, Elvyn menjelaskan, skema tersebut akan memberi manfaat yang lebih besar untuk masyarakat.
"Prinsipnya semakin besar saving maka manfaat yang diberikan menjadi lebih banyak," ujarnya di sela-sela Rapat Forum Konsolidasi BPJS III dengan tema “Konsolidasi BPJS Dalam Rangka Mendorong Percepatan Pengesahan Peraturan Pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan” di Batam, Kamis (13/6) malam.
Menurut dia, baik iuran JP maupun JHT tak akan ditanggung hanya oleh pekerja. Dalam usulan Jamsostek, Elvyn memberi persentase pihak pemberi kerja akan menanggung 5,5 persen persentase iuran JP. Sedangkan, sebanyak 3 persen sisanya ditanggung oleh pekerja.
Begitu juga untuk iuran JHT. Menurut dia, pemberi kerja akan menanggung 9 persen iuran JHT, sementara sebanyak 6 persen ditanggung oleh tenaga kerja.
Elvyn mengungkapkan, skema iuran JP bakal mampu bertahan untuk membiayai program tersebut hingga 70 tahun ke depan. Persentase iuran sebesar 15 persen, kata dia, sudah mempertimbangkan keseimbangan antara kemanfaatan, kemampuan pembiayaan, dan kesinambungan program.
"Best practice tingkat ketahanan dana ideal untuk JP memang 70 tahun," katanya. Untuk program JHT, dia menjelaskan, kenaikan tersebut untuk mempertahankan nilai tabungan bulanan JHT peserta sebagai dampak bakal diterapkannya penggunaan batas dan kelompok upah.
Dengan adanya kenaikan tersebut, kata dia, peserta dengan upah menengah ke bawah dapat meningkatkan nilai tabungan bulanan JHT-nya. "Sehingga manfaat JHT yang diterimanya akan lebih bernilai," katanya.
Dia menjelaskan, Jamsostek memang mengusulkan agar pemerintah dapat menetapkan batas bawah Rp 1 juta dan batas atas Rp 15 juta untuk peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Elvyn, batas upah tersebut bertujuan untuk memperjelas status dan posisi jaminan atau asuransi sosial dalam konteks perlindungan sosial berbagai program, termasuk JP dan JHT. "Jadi untuk warga yang gajinya Rp 50 juta bisa ikut asuransi yang lain," ujarnya.
Walaupun bakal menerapkan batas upah, Elvyn menegaskan, peserta BPJS tak akan mendapatkan pengurangan manfaat yang sudah dijanjikan dari program Jamsostek. Menurut dia, pengelompokan tersebut demi terciptanya proses administrasi yang lebih selektif.
Sementara itu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, mengingatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) nantinya dapat memberikan imbal hasil optimal kepada seluruh peserta. Terlebih, BPJS Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, Agung meminta stakeholder terkait memperhatikan standar akuntansi badan hukum publik saat menjadi BPJS pada 1 Januari 2014. "Pengelolaannya mesti tetap prudent dan memberikan hasil optimal bagi pesertanya," kata Agung Laksono dalam acara Forum Konsolidasi BPJS ke-3 di Batam, Kamis (13/6).
Mantan ketua DPR RI pun meminta kepada seluruh pihak yang berkepentingan untuk mempercepat penyelesaian berbagai harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Menurut dia, pihak Menko Kesra sudah membentuk dua kelompok kerja yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan untuk BPJS Kesehatan serta Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi untuk BPJS Ketenagakerjaan agar segera menyelesaikan proses regulasi tersebut.
Dia menjelaskan, permasalahan yang ada saat ini adalah isu penetapan iuran bagi pekerja, baik untuk peserta BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Dia pun meminta agar semua stakeholder terkait termasuk PT Jamsostek dan PT Askes agar dapat menyinergikan masalah iuran tersebut.
"Bagaimana besaran iuran yang diwajibkan untuk para pekerja dan pemberi kerja agar bisa bertemu," katanya.