REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Perajin batik Sukapura, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mulai mengembangkan pewarna batik alami dari bahan baku tumbuh-tumbuhan.
"Mengembangkan pewarna alami ini sudah dilakukan sejak setahun lalu, dan sekarang hasilnya cukup bagus tidak luntur," kata Enung Nurul, perajin batik Sukapura, Kampung Pasar Kolot, Desa Sukapura, Kecamatan Sukaraja, Tasikmalaya, Kamis.
Ia mengatakan, bahan pewarna alami itu diantaranya dari daun jambu batu, daun alpukat, kulit mahoni, daun salam dan manggis yang tumbuh sekitar rumah. Bahan baku itu, kata Enung, direbus dengan air mendidih sampai air menghasilkan warna, selanjutnya dapat langsung digunakan untuk pewarna pembuatan kain batik.
"Saya sudah beberapa kali melakukan uji coba membuat warna alami itu hingga berhasil mendapatkan pewarna yang tidak mudah luntur," katanya.
Menurut dia, memanfaatkan warna alami itu telah membantu mengurangi beban biaya pembuatan batik sebesar 50 persen dibandingkan menggunakan pewarna kimia.
"Pakai pewarna alami ini bisa ngirit Rp 150.000 sampai Rp 200.000 setiap bulannya untuk biaya pewarnaan saja," katanya.
Selain itu, kata Enung, penjualan batik dari bahan pewarna alami cukup banyak diminati konsumen, karena dinilai memiliki warna khas alami dibandingkan pewarna kimia. Setiap bulannya, lanjut Enung, batik yang diproduksinya mampu terjual dua sampai empat kain batik warna alami dengan nilai harga cukup tinggi dibandingkan batik dari bahan pewarna kimia.
"Kain batik dari warna alami dijual dengan harga Rp 100 sampai Rp 150 ribu per helai kain, atau harganya dua kali lipat dari batik biasa," katanya.