Rabu 12 Jun 2013 18:11 WIB

Petani Diminta Terapkan Teknologi Agar Tanaman Tak Tergenang Air

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Djibril Muhammad
Petani
Foto: antara
Petani

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Curah hujan di DIY cukup tinggi yakni di atas 50 milimeter per dasarian (per 10 hari) dan berlangsung sampai bulan Agustus. Hal ini dikarenakan gangguan cuaca atau anomali iklim dari kondisi normal.

"Padahal seharusnya mulai pertengahan Mei di DIY sudah masuk musim kemarau," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY Toni Agus Wijaya pada Republika, Rabu (12/6).

Gangguan cuaca mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan laut perairan Indonesia. Sebab, ada peningkatan suhu  maka jumlah uap air yang membentuk awan yang berpotensi turun hujan juga meningkat. "Kondisi seperti ini diprediksi bisa sampai bulan Agustus," kata Toni menjelaskan.

Menurut dia, suhu di permukaan laut meningkat satu sampai dua derajat Celcius. Sehingga jumlah uap air yang berpotensi menjadi turun hujan cukup banyak. Dengan cuaca seperti ini yang paling terkena dampaknya adalah masyarakat petani.

Oleh sebabg itu , petani diminta untuk dapat melakukan adaptasi serta menyesuaikan diri dengan mencari teknologi agar tanamannya tidak tergenang air. Seperti, membuat drainase saluran air, sehingga bila turun hujan, air bisa mengalir dan tidak menggenangi tanaman.

Di samping itu, dia menambahkan, petani harus mencari bibit tanaman yang cocok ditanam dengan kondisi seperti sekarang ini. "Dinas Pertanian sudah koordinasi dengan BMKG," kata Toni.

Dikatakan dia, kondisi anomali iklim tidak hanya dialami oleh masyarakat Indonesia, melainkan masyarakat di seluruh dunia. Kalau dampak di Yogyakarta hanya pada variasi curah hujan. Sedangkan dampak bagi masyarakat di daerah sub tropis selain variasi curah hujan, juga suhunya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement