REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kenaikan harga gas elpiji bersubsidi (gas melon) di DIY yang mencapai Rp 18 ribu, disebut karena meningkatnya permintaan masyarakat.
"Ini hukum ekonomi, permintaan masyarakat memang naik signifikan sejak sebulan terakhir sehingga harga di eceran naik," ujar Ketua Bidang Gas 3 Kilogram DPD Himpunan Wiraswasta Minyak dan Das (Hiswana Migas) DIY, Iwan Setyawan, Rabu (12/6).
Menurut Iwan, kenaikan permintaan gas melon di DIY mencapai 7 persen dari konsumsi hariannya. Berdasarkan data konsumsi gas melon di DIY per harinya mencapai 70 ribu tabung. Namun sejak sebulan terakhir konsumsi tersebut naik menjadi 77 ribu unit per harinya.
Kenaikan permintaan ini kata Iwan, akibat banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang bermunculan di DIY menjelang musim libur sekolah.
"Selain itu juga akibat kepanikan masyarakat menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sehingga masyarakat yang semula memiliki satu tabung menjadi dua hingga tiga tabung," katanya.
Diakuinya, masyarakat takut jika kenaikan harga BBM tidak hanya akan diberlakukan pada premium dan solar saja tetapi juga elpiji. Karena itulah, ada gelombang pembelian gas melon cukup besar di masyarakat akibat kondisi ini.
Faktor lain kata Iwan adalah, pergeseran konsumen gas elpiji 12 kilogram ke gas melon. "Disparitas harga gas 12 kilogram dan 3 kilogram cukup besar sehingga terjadi pergeseran konsumsi," tambahnya.
Meski begitu, pergeseran konsumsi gas 12 kilogram ke 3 kilogram ini di DIY kata dia tidak terlalu banyak. "Faktor utama ya karena kepanikan tadi menjelang kenaikan harga BBM sehingga pembelian melonjak," tegasnya.
Karena pembelian melonjak maka hukum ekonomipun kata dia berlaku, harga gas melon melambung di eceran. Namun dipangkalan harga gas jenis tersebut kata Iwan, masih sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp 12.750 per tabung.