REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan driving simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri, Tri Hudi Ernawati, sempat menimbulkan debat panas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (11/6).
Perdebatan bermula karena Erna memberikan keterangan yang berbeda di persidangan dibandingkan dengan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keterangan Erna yang berbeda itu terkait dengan aliran uang yang masuk dan keluar dari terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.
Erna merupakan mantan sekretaris pribadi Djoko yang saat itu menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas). Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, melihat langsung saat Erna dicecar majelis hakim karena hadir di ruang persidangan. "Orang (saksi) seperti itu bukan hanya satu," kata dia, saat akan meninggalkan ruang sidang.
Dalam kasus Djoko, Bambang mengatakan, ada beberapa yang mengungkapkan keterangan yang berbeda antara di BAP dan saat dalam persidangan. Modusnya, menurut dia, hampir sama dengan mengaku dalam situsasi tertekan saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. "Sebagian besar (saksi) latar belakangnya ada pengaruh Djoko," ujar dia.
Bambang memberikan apresiasi pada majelis hakim yang dipimpin Suhartoyo. Ia mengatakan, hakim melakukan konfirmasi pada saksi. Sehingga, menurut dia, ada rasionalitas logis dalam pernyataan saksi. "(Mencabut pernyataan) bagian dari modus menghilangkan tanggung jawabnya. Orang-orang seperti itu berbahaya karena tidak menjelaskan proses dengan baik," kata dia.
Erna sendiri memang mengaku tidak ada tekanan dari penyidik ketika menjalani pemeriksaan di KPK. Mengenai ada tidaknya tekanan itu, Bambang, mengatakan KPK mempunyai mekanisme kontrol terhadap proses pemeriksaan. Termasuk menggunakan rekaman. "Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban," kata dia.