REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan kepada perempuan masih sering terjadi di tanah air. Masyarakat Indonesia dinilai masih memandang sebelah mata wanita dalam struktur kehidupan sosial.
Hampir semua lingkup kehidupan yang melibatkan wanita selalu menyisakan kisah kekerasan oleh kaum adam. Sebagai contoh peristiwa kekerasan yang menimpa dua wanita pekerja di bidang transportasi awal bulan ini.
Seorang pramugari dan petugas pengecek tiket menjadi korban kekerasan para penumpangnya. Hanya karena mereka wanita, para pekerja ini tak dihargai meskipun dalam posisi benar.
Pengamat perempuan dalam ketenagakerjaan, Nadia Yovani mengatakan para perempuan Indonesia yang terjun ke dunia kerja dibantu pemberdayaanya. Dia berujar, suka atau tidak suka para perempuan akan menghadapi klien-klien yang berurusan dengannya, sehingga perlu pembekalan skill perlindungan diri.
Tentu saja, kata dia, hal itu tak dapat dihindari, khusus bagi para pekerja seperti pramugari dan pengecek tiket, salah melangkah bisa jadi korban kekerasan. Untuk itu menurutnya, pelatihan khusus guna melindungi diri masing-masing perlu diberikan.
“Setiap instansi tempat mereka bekerja harus melatihnya agar ada pembekalan, minimal bisa terhindar dari kekerasan,” ujar pengajar di Uninversita Indonesia ini ketika dihubungi ROL, Ahad (9/6).
Nadia menambahkan, bila perlu, perusahaan-perusahaan harus bisa menyortir mana pekerja wanita mereka yang maskulin, dan mana feminim. Hal ini ini dapat diterapkan mengingat para pekerja wanita di bidang pelayanan transportasi akan sering berinteraksi dengan penumpang.
Lain halnya menurut dia untuk para pekerja wanita yang berkarya di balik meja. Mereka yang sehari-hari menghabiskan waktunya di kantor lebih aman ketimbang para perkerja wanita di lapangan. “Jenis pekerjaan memang turut memengaruhi juga. Untuk profesi yang lebih soft tentu resikonya lebih rendah daripada pekerjaan seperti pramugari dan petugas kereta,” ucapnya.
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menegaskan, pemberantasan terhadap adanya kekerasan kepada wanita memang bukan perkara mudah. Inti dari pemberantasan sendiri menurut Komnas Perempuan ialah perihal ‘kesadaran’.
Hal ini merujuk pada sistem informal pergaulan di Indonesia yang menempatkan perempuan di belakang pria. Paradigma inilah menurut Komnas Perempuan yang terlebih dahulu diruntuhkan.
“Selain itu seperti yang sudah ditekankan, harus ada hukuman yang tegas kepada para pelaku kekerasan kepada wanita ,” ujar ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah kepada ROL.
Ke depan, dia berharap peristiwa kekerasan kepada perempuan sekalipun hanya menyebabkan luka ringan perlu dipandang sebagai sesuatu yang serius. Untuk saat ini, kata dia, sembari terus memberikan kesadaran tentang harkat wanita, hukum juga perlu seiring membuat jera para pelakunya.
“Dikhawatirkan kekerasan berulang terus, jadi kami hukuman tegas harus diberikan agar menjadi contoh,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (5/6) seorang pramugari Sriwijaya Air harus menderita luka lebam di wajahnya. Hal ini terjadi karena dia mendapat perlakukan kasar dari penumpang pria sesaat setelah pesawat mendarat di Bangka dari Jakarta.
Nasib lebih malang menimpa seorang wanita yang berprofesi sebagai petugas pengecek tiket di kereta rel listrik (KRL) Bogor-Jakarta. Dalam perjalanan, dia memergoki lima penumpang pria tak memiliki karcis. Mencoba menegakan kebenaran, petugas wanita tersebut malah dikeroyok dan setelahnya para pelakau melarikan diri.