Selasa 04 Jun 2013 23:54 WIB

Reformasi Indonesia Masih Sisakan PR Penegakan Hukum?

Sanksi hukum / ilustrasi
Foto: IST
Sanksi hukum / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Perjalanan reformasi Indonesia sejak jatuhnya rezim Presiden Soeharto pada 1998 dinilai masih menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Pekerjaan rumah paling besar yakni masalah penegakan hukum yang seadil-adilnya dan kebebasan masyarakat dalam berkeyakinan.

"Perhatian dalam penegakan hukum, seperti tantangan dalam permasalahan korupsi, menjadi kendala dalam reformasi birokrasi dan konstitusional," kata Direktur Lembaga Kajian Search for Common Ground, Scott Cunliffe, pada diskusi yang diselenggarakan The Habibie Center di Jakarta, Selasa (4/6).

Namun, menurut Cunliffe, jika melihat keseluruhan 15 tahun sejak reformasi dimulai, penegakan hukum di Indonesia mengalami cukup kemajuan, salah satunya ditandai dengan potret pemberantasan dan pencegahan korupsi.

"Tindakan penindakan korupsi cukup meningkat dengan melihat bagaimana aksi Komisi Pemberantasan Korupsi, namun kepastian hukum di berbagai bidang, tidak hanya korupsi, masih perlu terus dibenahi," ujarnya.

Cunliffe juga menyoroti mengenai gangguan keamanan di berbagai daerah di Indonesia seperti teror di Poso, Sulawesi Tengah, separatisme di Papua yang masih menjadi permasalahan dalam mempertahankan stabilitas dalam negeri.

Salah satu hal penting mengenai masalah keamanan, menurut Cunliffe, bagaimana pemerintah dapat memperbaiki masalah dari akarnya, dan melakukan pencegahan agar tindakan teror dan separatis tidak kian meluas.

"Pemerintah perlu mengetahui lagi apa yang terjadi di sana, dari warga di sana, dan melihat lebih jauh lagi untuk pencegahannya," katanya.

Sementara itu, Konsultan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Kevin Evans mengatakan masalah kebebasan berkeyakinan juga menjadi salah satu pekerjaan rumah untuk pemerintah.

"Bagaiamanapun tidak perlu ada pemaksaan kehendak dan kekerasan dalam kebebasan beragama di Indonesia. Jika suatu kelompok tidak mengakui pihak lain, tidak perlu ada kekerasan," ucapnya menambahkan.

Meski, senada dengan Cunliffe, Evans mengatakan kemajuan Indonesia memang ditandai dengan reformasi selama 15 tahun yang berhasil. "Saya tidak melihat ada kemunduran, jadi mengapa tidak optimistis untuk tahun-tahun ke depan," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement