REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ide pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid untuk kembali menyeruak. Terutama, untuk tarhim atau shalawat yang lazim dibacakan ketika Subuh.
Beleid tersebut bakal diatur menyusul keluhan dari kebisingan oleh penduduk yang tinggal di dekat tempat ibadah."Kami sedang membahas detil teknis dan konsep," Jusuf Kalla, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), seperti dikutip onislam.net yang mengutip The Jakarta Post pada Rabu (29/5).
Menurutnya, pembicaraan sedang berlangsung untuk melarang masjid dari menggunakan pengeras suara untuk khotbah agama dan pembacaan Alquran.
"Kalau untuk Azan, itu baik-baik saja di mana-mana di dunia masjid menggunakan speaker untuk Azan," kata Jusuf, mantan wakil presiden Indonesia."Adzan adalah panggilan bagi orang-orang [berdoa] dan durasi hanya tiga menit."
Ada hampir 80.000 masjid di Indonesia, negara Muslim yang paling padat penduduknya di dunia. Masjid Indonesia sering menggunakan pengeras suara untuk Azan serta penyiaran pembacaan Quran dan khotbah agama.
Penggunaan pengeras suara menjadi lebih luas di bulan suci Ramadhan, ketika umat Islam mendedikasikan waktu mereka untuk menjadi lebih dekat kepada Allah melalui doa, menahan diri dan perbuatan baik.
Akan tetapi suara yang tinggi yang dilakukan oleh speaker telah memicu keluhan dari banyak warga, terutama mereka yang tinggal di dekat masjid.
Wakil Presiden Boediono pun sempat mengimbau kepada Dewan Masjid Indonesia (DMI) untuk mengatur penggunaan pengeras suara di masjid untuk mengumandangkan Azan.
"Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid,"ujarnya pada April 2011 lalu.
Wacana tersebut mengundang respons dari banyak pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua MUI Amidhan mengungkapkan, pengeras suara digunakan untuk memanggil azan agar orang dapat pergi sholat berjamaah.