Rabu 29 May 2013 22:49 WIB

Pengamat: Demokrasi Hanya Sekedar Simbolisasi

Demokrasi (Ilustrasi)
Foto: eiu.com
Demokrasi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Zuly Qodir, menyebut, demokrasi hanya sekadar simbol dari sistem negara, karena hanya menjadi pesta perebutan kekuasaan lima tahun sekali.

"Demokrasi hanya menjadi pesta perebutan kekuasaan lima tahun sekali tanpa adanya pemikiran untuk menyelesaikan masalah yang ada," katanya dalam bedah buku 'Negara, Pasar, dan Labirin Demokrasi' karya Ade M Wirasenjaya, di Yogyakarta, Rabu (29/5).

Menurutnya, demokrasi juga akan memberikan peluang bagi orang-orang yang mau mengambil keuntungan di dalamnya, sehingga kasus korupsi akan semakin merajalela. "Demokrasi yang selama ini dibanggakan oleh banyak negara tak terkecuali Indonesia, ternyata memiliki sisi gelap. Banyak sekali terjadi penyimpangan demokrasi yang membuat demokrasi tidak berjalan dengan baik," tuturnya.

Dikatakan Zuly, buku itu merupakan sebuah protes dan kritikan terhadap sistem demokrasi yang membuat sistem di Indonesia hanya dikendalikan pasar. "Hal itu yang menjadi sisi gelap dari demokrasi. Demokrasi erat kaitannya dengan globalisasi dan Amerika Serikat (AS) sebagai pencetus globalisasi menawarkan janji-janji yang faktanya hanya akan merugikan Indonesia," imbuh Zuly.

Menurutnya, globalisasi hanya akan menambah kesenjangan masyarakatnya. Sebab, globalisasi hanya akan menambah tingkat masyarakat miskin di Indonesia dan memperburuk keadaan negara ketiga termasuk Indonesia. Selain itu, dalam buku tersebut juga ditekankan selama ini Indonesia hanya menjadi budak politik Barat.

"Selama ini Indonesia lebih suka mengabdi kepada World Trade Organization (WTO), World Bank, International Monetary Fund (IMF) daripada harus membuat kebijakan yang menyejahterakan rakyatnya sendiri," katanya.

Ade Wirasenjaya mengatakan, Indonesia tidak bisa menghindari globalisasi karena globalisasi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari manusia.

"Namun, kita harus melihat kembali struktur dari globalisasi itu sendiri yang sebagian besar merugikan negara berkembang seperti Indonesia, karena kita dituntut untuk mengikuti politik dunia yang dipimpin Barat yang membuat peran pasar lebih besar dari peran negara," tegasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement