REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari lahir (Harlah) Nahdatul Ulama (NU) ke-90 dicanangkan sebagai momentum kembali ke pesantren.
Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Said Aqil Siradj memandang NU harus kembali ke akar munculnya kepemimpinan nasional yaitu pesantren. "Khittah NU adalah pesantren. Kita harus kembali menegaskan gagasan mulia tersebut," ungkapnya dalam malam puncak Harlah NU ke-90 di Jakarta, Senin (27/5) malam.
Said memaparkan pesantren adalah produk nusantara. Sebelum Islam hadir, konsep pesantren sudah hadir dalam kepercayaan Kapitayang dan Hindu. "Nafasnya sama pendidikan spiritual," ujarnya. Setelah Islam datang, konsep pesantren atau padepokan mulai bertransformasi.
Pesantren menjadi pusat pendidikan masyarakat mulai dari agama, ekonomi, ketatanegaraan, sastra hingga bela diri.
"Bahkan seorang pangeran harus dididik di pesantren atau padepokan," ungkap Said. Said mencontohkan Paku Buwono VI dan Pangeran Diponegoro adalah ahli politik pemerintahan yang lahir dari kultur pesantren.
Said memandang peran pesantren signifikan dalam pembentukan negara Indonesia. Dimulai dari semangat jihad melawan penjajah yang dikumandangkan pendiri NU K.H Hasyim Asy'ari hingga aktifnya K.H Wahid Hasyim di BPUPKI dan PPKI.
"Konsep filosofis Pancasila jadi religius dengan sentuhan pesantren,"ungkapnya. Said menceritakan bagaimana sosok K.H Wahid Hasyim dari kalangan santri menjadi seorang politikus ulung tanpa pendidikan formal.
Saat terjadi kebuntuan di konstituante, cerita Said, ulama pesantren memberikan masukan kepada Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945. "Maka muncullah dekrit. Spirit pesantren kembali andil disana," ungkapnya.