REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfi Othniel Fredric Palit menilai, pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tak akan berpengaruh banyak pada perubahan komposisi masyarakat miskin.
"BLSM yang dikembangkan hanya mempertahankan yang miskin tetap miskin," ujar Dolfi dalam rapat kerja antara pemerintah serta Bank Indonesia dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (27/5).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2012, jumlah masyarakat miskin berada di titik 29,13 juta orang. Menurut Dolfi, BLSM tidak lebih dari alat pemerintah untuk pencitraan karena angka kemiskinan akan mengalami penurunan. Padahal, penurunan itu sifatnya hanya sementara sebagaimana sifat BLSM.
Ketimbang BLSM, ia menyarankan, sebaiknya pemerintah membuat program padat karya berbasis pedesaan. Tambahan kebutuhan anggaran bagi pelaksanaan Program Perluasan dan Percepatan Perlindungan Sosial (P4S) dan BLSM sekitar Rp 30 triliun pun dianggap lebih baik digunakan untuk membangun pedesaan.
"Kita bisa berikan Rp 1 miliar bagi 28 ribu desa dan ini lebih baik dari pada BLSM," kata Dolfi. Rekan sejawat Dolfi, Indah Kurnia mempertanyakan program pemerintah selain BLSM untuk membantu sektor riil dan usaha kecil dan menengah.
"Jika masa BLSM berakhir, apa yang disiapkan untuk masyarakat miskin," ujar Indah.
Pemerintah berencana memberikan BLSM sebagai kompensasi kenaikan harga BBM yang rencananya akan diberlakukan setelah pembahasan RAPBNP 2013 rampung. Nantinya terdapat 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) yang akan menerima BLSM senilai Rp 150 ribu per bulan selama lima bulan. Pembayaran akan dilakukan dua kali yaitu Juni/Juli dan September.