REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR menyoroti keseimbangan primer dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2013 yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.
Keseimbangan primer dalam RAPBNP 2013 mengalami peningkatan dari defisit Rp 40,1 triliun menjadi defisit Rp 120,8 triliun."Ini menurut saya yang terbesar dalam APBN," ujar Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Arif Budimanta,
Pendapat itu ia sampaikan dalam rapat kerja antara pemerintah serta Bank Indonesia dengan Komisi XI DPR di ruang rapat Komisi XI, Kompleks Parlemen Senayan, Senin (27/5). Rapat membahas perubahan asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBNP 2013.
eseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja negara, tetapi tidak termasuk pembayaran bunga utang.
Dalam APBN 2013, pendapatan negara ditargetkan Rp 1.529,7 triliun, sedangkan belanja negara ditetapkan Rp 1.683 triliun.
Sementara untuk pembayaran bunga utang Rp 113,2 triliun dengan rincian pembayaran bunga utang dalam negeri Rp 80,7 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 32,5 triliun.
Pada RAPBNP 2013, target pendapatan negara diturunkan menjadi Rp 1.488,3 triliun, sedangkan belanja negara meningkat menjadi Rp 1.722 triliun.
Sedangkan untuk pembayaran bunga utang menurun menjadi Rp 112,9 triliun dengan rincian pembayaran bunga utang dalam negeri Rp 79,5 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 33,4 triliun.
Arif mengatakan jika pemerintah mewariskan keuangan yang baik bagi pemerintahan selanjutnya, defisit primer seharusnya tidak terjadi.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Sadar Subagyo menilai defisit primer adalah dosa fiskal terbesar yang dilakukan oleh pemerintah. Tidak ada obat yang mujarab, ujar Subagyo, selain meningkatkan pendapatan dan pemangkasan belanja.
Jika keseimbangan primer telah negatif, artinya negara di tahun yang sama tidak mampu membayar cicilan utang. "Ini sudah lampu merah," ujar Subagyo.