Rabu 22 May 2013 20:46 WIB

PDIP Kritisi Kenaikkan Harga BBM

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Karta Raharja Ucu
Unjuk rasa tolak kenaikan BBM
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Unjuk rasa tolak kenaikan BBM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Anggaran DPR RI, Dolfi OFP mengkritisi pemaparan pemerintah dalam rapat kerja untuk membahas perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Secara khusus, Dolfi mengkritisi rencana pemerintah terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Dari yang disampaikan, tak terlihat dampak kenaikan BBM. Berapa tambahan jumlah orang miskin?" tanya Dolfi dalam rapat yang berlangsung di Ruang Sidang Banggar DPR RI, Rabu (22/5).

Pemerintah diwakili Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Armida Salsiah Alisjahbana. Dolfi memperkirakan, jumlah orang miskin dan hampir miskin saat ini berjumlah 55 juta orang. Kenaikan harga BBM diperkirakan akan menambah sepuluh juta orang.

Pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) dinilainya tetap akan membuat orang berada dalam kemiskinan. "Pendekatan pemerintah hanya pendekatan statistik.  Tak terlihat tujuan-tujuan dan berapa yang turun," kata Dolfi.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan fraksinya menginginkan agar orang miskin keluar dari kemiskinan. "Tapi pemerintah malah memiskinkan orang miskin dan pertahankan orang miskin," ujar Dolfi.

Anggota Banggar lainnya, Mindo Sianipar mengaku mengkhawatirkan penambahan jumlah subsidi beras untuk masyarakat miskin (raskin) yang diberikan. Menurut Mindo, selama ini terdapat penyelewengan dari sisi jumlah penerima raskin di lapangan. "Masalah ini tidak pernah tuntas. Koordinasi harus lebih baik dan dipahami betul," kata Mindo.

Pemerintah berencana memperluas pemberian raskin.  Jika sebelumnya raskin diberikan selama 15 kg/keluarga/bulan, dengan adanya rencana kenaikan harga BBM, durasi raskin akan ditambah menjadi 15 bulan.  Pemberian sebanyak 30 kg atau dua kali lipat akan diberikan Juni, Juli dan September 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement