REPUBLIKA.CO.ID,TOLI-TOLI--Sejumlah wartawan di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, mendapat ancaman teror melalui pesan singkat (sms) terkait pemberitaan anak bupati setempat yang diduga menerima komisi atau "fee" proyek APBN 2012.
Wartawan Harian Radar Sulteng Yusli Anwar, wartawan Harian Palu Ekspres Rahmadi dan kontributor SCTV Mahdi Rumi dihubungi dari Palu, Selasa membenarkan adanya teror terkait pemberitaan komisi proyek renovasi rumah sakit umum Mokopido Tolitoli sebesar Rp260 juta.
Teror melalui pesan singkat bernada ancaman dari orang yang tidak dikenal. Pengirim pesan singkat tersebut mengancam akan membakar sekretariat Koalisi Wartawan Tolitoli (Kawat) jika masih memberitakan dugaan kasus penerimaan "fee" proyek yang melibatkan Mohammad Besar Bantilan alias Ezar, putera dari Bupati Tolitoli Mohammad Saleh Bantilan.
Adapun isi pesan singkat tersebut adalah : "he.. Tai sapi snua ngoni di kawat. Kalo sampe esar ngoni beritakan lg, awas ngoni kita bakar itu kawat (He.. Tai sapi semua kalian di Kawat. Kalau sampai Esar masih kalian beritakan lagi, awas kalian, kita bakar itu Kawat).
Rahmadi mengatakan wartawan di Tolitoli tidak menanggapi serius ancaman pesan singkat tersebut karena khawatir itu hanya digunakan oleh pihak tertentu untuk kasus yang sedang menjadi sorotan media tersebut.
"Iya, cuma diteror melalui sms. Kita tidak tanggapi, bisa saja ada pihak lain yang memanfaatkan kesempatan ini biar isu semakin meluas," kata Rahmadi dalam pesan singkatnya.
Sementara itu Yusli Anwar mengatakan dirinya sudah mengirim berita teror tersebut di medianya.
Mencuatnya nama Ezar dalam pemberitaan media di Sulawesi Tengah setelah pengusaha yang mengerjakan proyek APBN renovasi rumah sakit umum Mokopido Tolitoli mengeluhkan ulah putera bupati Tolitoli yang meminta "fee" proyek disertai ancaman.
Diduga Ezar menerima "fee" proyek sebesar Rp260 juta dari nilai proyek Rp2 miliar lebih.
Berita ini kemudian meluas hingga diakses melalui akun twitter @triomacan2000 dilengkapi dengan bukti penerimaan kwitansi melalui seorang perantara.
Namun Ezar membantah jika itu disebut sebagai "fee" proyek melainkan utang piutang yang timbul akibat biaya setelah dirinya melobi proyek tersebut di Jakarta.