REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pakar DPP Asosiasi Petani Sawit Seluruh Indonesia (APKASINDO), Dahnil Anzar Simanjuntak, berharap DPD RI Komite II yang sedang melakukan pembahasan revisi Undang-Undang No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dapat menggunakan hak inisiasinya untuk mendorong UU tersebut lebih berpihak terhadap petani perkebunan di Indonesia.
Menurut Dahnil, Undang-Undang itu telah yang telah diujimaterialkan di MK pada 2010 lalu. ''Pasal 21 UU yang cenderung mengkriminalisasi petani kecil dan masyarakat lokal itu dibatalkan oleh MK,'' ujar Dahnil, Senin (20/5).
Ia berharap UU yang akan direvisi lebih berpihak kepada kepentingan petani. Dahnil mengusulkan, harus ada klausul yang mengatur tentang maksimum lahan perkebunan yang bisa dikuasa oleh swasta baik asing maupun dalam negeri.
''Penguasaan lahan yang berlebihan oleh pihak swasta seringkali tidak disertai oleh komitmen untuk mendorong masyarakat lokal untuk berkembang, karena aturan-aturan seperti Peraturan Kementan No 26 yang mewajibkan perusahan sawit memberikan 20 persen dari total lahan yang dikelola kepada petani setempat seringkali dilanggar, karena tidak ada monitoring dan evaluasi dari pemerintah berkaitan dengan kewajiban ini,'' papar Dahnil.
Menurut dia, UU tentang Perkebunan yang akan direvisi dan diinisiasi oleh DPD RI Komite II ini, setidaknya bisa mendorong saham kepemilikan petani di perkebunan-perkebunan sawit yang dikuasai swasta.
Dengan begitu, kata Dahnil, daya tawar petani menjadi lebih baik. Saat ini, tutur dia, luas lahan sawit Indonesia totalnya 8 juta ha.
'' Sebanyak 42 persen adalah perkebunan rakyat, dari 42 persen tersebut, 60 perkebunan rakyat plasma dan 40 persen perkebunan rakyat swadaya. Sedangkan 58 persen perkebunan sawit Indonesia dikelola swasta nasional dan asing serta BUMN,'' ungkapnya.
Melihat anatomi luas perkebunan kelapa sawit, kata dia, perkebunan rakyat produktivitasnya masih sangat rendah rata-rata 15 ton/ha/tahun jauh dibandingkan swasta nasional, asing dan BUMN yang bisa mencapai 25 ton/ha/tahun.
"Hal tersebut terjadi karena permasalahan pengetahuan yang terbatas petani rakyat, akses permodalan dan sertifikasi lahan yang sampai hari ini belum jelas, maka melalui revisi UU ini, diharapkan DPD RI Komite II bisa mendorong UU perkebunan yang lebih berpihak kepada petani."