Senin 20 May 2013 19:07 WIB

'Reformasi Masih Berpihak kepada Kapitalis'

Ilustrasi
Foto: IST
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usia reformasi yang memasuki 15 tahun, dinilai justru memunculkan keprihatinan terhadap ideologi Pancasila.

CEO United Balimuda Group yang juga pemimpin Gerakan Beli Indonesia (GBI), Heppy Trenggono, berpendapat, demokratisasi yang dianggap sukses, ternyata malah menggeser ideologi Pancasila.

"Sehingga terkikis, tergeserlah nilai kerakyatan, permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial," kata Heppy pada acara bedah buku 'Meniti Dua Sisi, Diantara Amunisi dan Nurani', karya Mayjen (Purn) Soetoyo NK di Persada Eksekutive Club Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (20/5).

Padahal, menurut Heppy, demokratisasi juga hanya sukses secara prosedural saja. "Tapi akibatnya liberalisasi dan cengekeraman kapitalisme global demikian mengancam keberlangsungan pasar-pasar tradisional kita, para petani kita," sebutnya.

Menurut Heppy, semua bangsa memang butuh investasi asing, namun keadaan di Indonesia malah berlebihan. Maksudnya, investasi bisa masuk, sehingga sampai menguasai. Namun, semuanya menyisakan pengusaha asing dan penguasaha besar Indonesia, tapi mematikan pengusaha kecil dan menengah kita, karena kalah bersaing.

"Coba bapak-bapak bayangkan, sekarang Sukabumi saja ada investasi asing bermodal sangat besar dibidang peternakan ayam petelur. Itu kan berpotensi mematikan peternak ayam kita. Juga bagaimana besarnya investasi asing di bidang kelapa sawit. Mari kita renungkan apakah inilah cita-cita reformasi ?," tanya Heppy.

Menurutnya, reformasi saat ini masih berpihak pada kapitalis. Sehingga nasib rakyat kian tergusur. "Kita memang butuh yang namanya investasi. Tapi, investasi dari mana harus kita perhatikan. Jangan sampai investasi tersebut nantinya hanya berpihak pada pengusaha asing. Ujung-ujungnya rakyat juga yang disengsarakan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement