Senin 20 May 2013 12:51 WIB

PDIP: Kenaikan BBM Saja Ditolak, Apalagi BLSM

Rep: Ira Sasmita/ Red: A.Syalaby Ichsan
Maruarar Sirait
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Maruarar Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PDI Perjuangan bersikukuh menolak rencana pemerintah menaikkan bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013 nanti.

Berbagai kompensasi yang disiapkan pemerintah dengan tegas ditolak oleh partai berlambang banteng moncong putih itu."Kami gak setuju kenaikan BBM, apalagi BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat)," kata Ketua DPD PDIP Maruarar Sirait di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/5).

Menurut Maruarar, pemerintah masih memiliki banyak pilihan ketimbang menaikkan harga BBM. Anggota Komisi XI itu mengatakan, melalui penghematan harga BBM bersubsidi tidak perlu dinaikkan.

Selama ini, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tidak pernah terserap 100 persen. Anggaran terserap maksimal hanya belanja pegawai. Sementara belanja modal dan barang tidak pernah terserap hingga 100 persen. Anggaran yang tidak terserap mencapai Rp 30 triliun pada setiap tahun anggaran.

Selain itu, pengeluaran negara untuk perjalanan dinas dinilai sangat boros. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2011 menunjukkan pemborosan mencapai 20 persen dari total anggaran perjalanan dinas. Nilainya mencapai Rp 8 triliun.

Jika dikaitkan dengan pengeluaran negara untuk BBM,lanjut Maruarar, 46 juta kiloliter BBM setara dengan Rp 163 triliun. Nilai tersebut sudah dianggarkan pada APBN 2013.

Bila diperkirakan terjadi kebocoran sebanyak 6 juta kiloliter -dengan asumsi harga BBM per liter Rp 5.000 -maka, ujarnya, kebocoran bakal sebesar Rp 30 triliun.

"Nilai kebocoran itu bisa disiasati tanpa menaikkan BMM," ujar Maruarar. Dia mengemukakan, dua langkah yang bisa ditempuh pemerintah. Pertama, melalui penghematan anggaran perjalan dinas. Kedua, memberlakukan bea keluar batu bara, bea cukai minuman bersoda, dan cukai bumbu penyedap.

Nilai keluar batubara tiap tahun mencapai Rp 240 triliun. Jika pemerintah memberlakukan kebijakan bea kelaur sebesar 20 persen, maka nilainya mencapai Rp 48 triliun. Artinya, nilai bea keluar batubara itu bisa menutupi nilai kebocoran BBM yang diperkirakan berkisar Rp 30 triliun. 

Maruarar menekankan, harusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengeluarkan kebijakan yang membebankan rakyat. Karena pemerintah sendiri mengakui kesenjangan masyarakat mengalami peningkatan.

Jika BBM dinaikkan, bisa dipastikan harga barang akan meninggi. Dan daya beli masyarakay akan menurun, karena tingkat pendapatan tidak berubah. 

"Kami ajak SBY memberikan solusi yang bermartabat dan tidak menyusahkan rakyat kecil.Jika anggota DPR turun ke dapil, kami yakin 90 persen lebih rakyat menolak kenaikan BBM," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement