Senin 20 May 2013 12:21 WIB

'Pejabat Jangan Jadi Pengamat!'

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Karta Raharja Ucu
Unjuk rasa tolak kenaikan BBM
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Unjuk rasa tolak kenaikan BBM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Publik dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati meminta pejabat pemerintah, seperti menteri tidak bersikap seperti seorang pengamat. Sebab, dalam pola komunikasi publik, seorang pejabat pemerintah sebaiknya tidak memposisikan diri menjadi pengamat yang ikut mengomentari kebijakan pemerintah.

Devie melihat, belakangan banyak orang yang senang berkomentar terkait kebijakan pemerintah, seperti rencana kenaikkan harga BBM bersubsidi, hingga malasah rekolasi warga bantaran di waduk pluit. "Pejabat jangan jadi pengamat!" katanya ketika dihubungi ROL, di Jakarta, Senin (20/5)

Tapi, kata Devie, yang harus dilakukan adalah tindakan nyata untuk menjelaskan program yang bisa beroperasi dan menjalankannya dengan berbagai resiko, bukan mengomentari keputusan atau kebijakan itu mengenai buruk atau tidaknya.

Devie mencontohkan, masalah rencana kenaikkan harga BBM bersubsidi yang sempat menjadi santapan isu masyarakat. Tak sedikit pejabat banyak berkomentar mengenai ketepatan tindakan, kebaikan dari kenaikan atau keburukannya. Seharusnya, menurut Devie, yang dilakukan adalah menjelaskan kepada masyarakat alasan kenaikannya dan persiapan untuk menghadapi kenaikan, lantas menjalankannya.

Hampir semua pejabat sekarang bersikap sebagai pengamat, kata Devie. Menurutnya, sikap ini yang berbahaya. Jika dibiarkan demikian, yang timbul adalah polemik. "Persoalannya tidak pernah diambil keputusan, jadi rakyat dipancing untuk ikut berkomentar juga, timbullah polemik," katanya mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement