Senin 20 May 2013 10:18 WIB

DKKP Diminta Tak Kembali Berikan Keputusan 'Mandul'

Parpol/ilustrasi
Foto: antara
Parpol/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam kasus perlawanan KPU atas putusan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) atas Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinilai sebagai putusan yang 'mandul'.

"Pada sidang yang lalu, DKPP hanya memberikan teguran, itu menandakan bahwa DKPP sebagai penyelenggara Pemilu yang sangat bertoleransi terhadap KPU. Maka sangat sulit untuk meyakini bahwa Pemilu 2014 akan berkualitas sebab pemikiran terhadap terciptanya keadilan terkait Pemilu sudah tidak ada lagi," kata Ketua pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar dalam siaran persnya, Senin (20/5).

Menurut Junisab, Jika DKPP sudah menyatakan ada kesalahan dan ada yang bersalah terkait kasus PKPI, maka DKPP harus memberikan sanksi yang paling keras. Sebab, sebagai penyelenggara Pemiu, KPU tidak bisa bersalah. "Jika Parpol yang bersalah tidak bisa memenuhi aturan KPU, maka Parpol tidak akan bisa menjadi peserta Pemilu. Lantas bagaimana kalau KPU yang salah dan mengakibatkan parpol tidak ikut pemilu?," tanya Junisab.

Karenanya, mantan anggota DPR RI dari Partai Bintang Reformasi (PBR) ini meminta putusan mandul yang sesat dari DKPP itu, sebaiknya diperbaiki dengan memutuskan secara tegas dan adil dalam perkara yang diajukan parpol yang akan diputuskan, Rabu (22/5) besok lusa.

Junisab meminta, dalam keputusannya nanti, idealnya DKPP harus setara dengan keputusan yang lalu. Namun, harus dengan tegas merehabilitasi Parpol yang dirugikan oleh akibat kesalahan KPU. "Itu adalah putusan yang bisa menjadi garda terdepan menciptakan Pemilu yang bersih, jujur dan adil. Jika tidak, bukan tidak mungkin jika Pemilu 2014 bermuara sama seperti 2009 maka DKPP yang harus diminta publik untuk ikut bertanggung jawab," ujarnya.

Selain itu, Junisab berharap, putusan DKPP yang sudah menyatakan ada kesalahan dan menunjuk nama tujuh Komisioner KPU, sebenarnya sudah bisa menjadi bukti permulaan untuk menelisik dari sisi hukum pidana dan memintakan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Sebab hasil sidang DKPP itu adalah final dan mengikat. "Artinya, sudah telak. Alat bukti yang telak, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Itu bisa menjadi pintu masuk menelisik kesalahan KPU dari sisi hukum," sebut Junisab.

Berbicara secara terpisah, Direktur Esksekutif Lingkar Madani Untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan, keputusan DKPP yang hanya memberi sanksi teguran terhadap tujuh Komisioner KPU merupakan kisah penyelematan KPU yang berulang. "Ini, kali kedua Komisioner KPU diselamatkan DKPP. Kali pertama mengalihkan sanksi yang sejatinya diemban komisioner KPU terhadap sekretariat KPU atas semerawutnya verifikasi adminstratif. Dan kali ini, karena memang murni merupakan kesalahan KPU, DKPP 'berbaikhati' untuk memberi sanksi teguran terhadap KPU atas 'kecongkakan' mereka atas putusan sengekata Bawaslu," ujar Ray.

Sekalipun sanksi ini dirasa merupakan kompromi DKPP agar pelaksanaan pemilu tidak terguncang, tapi hendaknya komisioner KPU tidak melihatnya dengan enteng. "Lebih-lebih membangun asumsi bahwa mereka akan selalu lolos di sidang-sidang DKPP. Dua kali sidang di DKPP, dan dua kali juga KPU dipermalukan. Hal itu semestinya membuat komisioner KPU lebih berhati-hati, transparan, jujur dan adil dalam setiap pengelolaan tahapan pemilu," tutup Ray mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement